Suu Kyi merupakan putri pahlawan kemerdekaan Aung San yang dibunuh saat ia masih berusia dua tahun pada 1945. Suu Kyi menghabiskan sebagian besar masa mudanya di luar negeri. Ia belajar di Oxford University, bertemu suaminya Michael Aris, dan memiliki dua orang putra.
Sebelum menikah, Suu Kyi meminta Aris untuk berjanji menghentikannya jika ia harus pulang.Pada 1988 ia mendapat panggilan telepon yang mengubah hidupnya, ibunya sakit keras.
Di Yangon yang saat itu masih dikenal sebagai Rangoon, Suu Kyi memimpin revolusi melawan junta yang telah menjerumuskan Burma ke dalam isolasi yang parah. Sebagai seorang pembicara yang fasih, Suu Kyi menjadi pemimpin gerakan baru.
Ia mengutip mimpi ayahnya untuk 'membangun Burma yang merdeka'. Revolusi itu dihancurkan. Pemimpin-pemimpinnya dibunuh dan Suu Kyi menjadi tahanan rumah. Menyebutkan namanya dapat membuat pendukungnya di penjara sehingga mereka memanggilnya 'Sang Nyonya'.
Bertubuh mungil dan suara lembut, ia memainkan peran penting menarik perhatian dunia pada junta Myanmar dan catatan pelanggaran hak asasi manusianya. Ia memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1991.
Aris meninggal dunia pada 1997 tapi Suu Kyi tidak menghadiri pemakamannya. Ia takut tidak bisa pulang lagi ke Myanmar.
Saat sempat dibebaskan dari tahanan rumah pada 1998, ia mencoba pergi keluar Yangon untuk mengunjungi pendukungnya dan ia diadang tentara. Ia duduk di dalam mobil vannya selama beberapa hari walaupun dehidrasi karena panas. Kabarnya ia minum air hujan yang ditampung dengan payung.
Suu Kyi selamat dari percobaan pembunuhan tahun 2003 ketika orang-orang pro-militer menyerang konvoinya dengan tongkat dan paku. Beberapa orang yang ikut dengannya tewas dan terluka.
Angkatan bersenjata kembali menjadikannya tahanan rumah dan dari balik pagar ia memberikan pidato mingguan pada pendukungnya. Ia berdiri di atas meja dan berbicara tentang demokrasi di bawah pengawasan polisi.
Sebagai penganut agama Budha yang taat, ia kerap menggunakan istilah spiritual. Pada tahun 2010 militer mulai menggelar serangkaian reformasi demokrasi dan Suu Kyi dibebaskan. Ia disambut ribuan pendukungnya.
Di Barat ia disanjung-sanjung. Barack Obama menjadi presiden Amerika Serikat (AS) pertama yang mengunjungi Myanmar pada tahun 2012. Obama menyebut Suu Kyi sebagai 'inspirasi bagi seluruh dunia, termasuk diri saya'.
AS melonggarkan sanksi-sanksi pada Myanmar sementara Suu Kyi berhati-hati mendorong reformasi. Namun Barat optimistis setelah kemenangan Suu Kyi pada 2015.
Akan tetapi hal itu hancur setelah milisi Rohingya menyerang pasukan keamanan dua tahun kemudian. Lalu militer meresponsnya dengan operasi yang mendorong 750 ribu orang Rohingya mengungsi dari Myanmar.