Senin 13 Dec 2021 18:27 WIB

Catatan Satu Dekade Kim Jong-un: Mampukah Hadapi Jerat Krisis

Kim Jong Un memimpin Korut yang kini tercekik sanksi AS, pandemi, dan krisis ekonomi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
 Sebuah foto tidak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) resmi menunjukkan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un (tengah) berjalan dengan para pejabat selama kunjungan ke Samjiyon, Provinsi Ryanggang, di Korea Utara (dikeluarkan 16 November 2021). Kim Jong Un memimpin Korut yang kini tercekik sanksi AS, pandemi, dan krisis ekonomi.
Foto:

Menurut seorang profesor studi Korea Utara di Universitas Ewha Womans Seoul, Park Won-gon, langkah Kim menangani ekonomi di tahun-tahun mendatang dapat menentukan stabilitas jangka panjang pemerintahannya dan mungkin masa depan dinasti keluarganya. "Program senjata nuklir, ekonomi, dan stabilitas rezim semuanya saling berhubungan. Jika masalah nuklir tidak diselesaikan, ekonomi tidak menjadi lebih baik, dan itu membuka kemungkinan keresahan dan kebingungan di masyarakat Korea Utara," kata Park.

Kim sangat membutuhkan penghapusan sanksi yang dipimpin AS untuk membangun ekonominya. Perihal ekonomi juga telah dirusak oleh salah urus selama beberapa dekade dan pengeluaran militer yang agresif.

Akan tetapi bantuan AS yang berarti mungkin tidak akan datang kecuali Kim mengambil langkah konkret menuju denuklirisasi. Terlepas dari upayanya untuk mencapai puncak, Trump saat itu tidak menunjukkan minat untuk mengalah pada sanksi. Sanksi itu ia gambarkan sebagai pengaruh utama Washington atas Pyongyang. Tidak jelas apakah Kim akan pernah melihat presiden AS lain yang bersedia untuk terlibat dengan Korut seperti halnya Trump.

Diplomasi Trump dan Kim mandek setelah pertemuan puncak kedua mereka pada Februari 2019. AS menolak permintaan Korut untuk penghapusan sanksi besar-besaran dengan imbalan pembongkaran fasilitas nuklir yang sudah tua, yang akan berarti penyerahan sebagian kemampuan nuklirnya.

Kedua belah pihak kemudian belum pernah bertemu secara terbuka sejak pertemuan lanjutan yang gagal antara pejabat tingkat kerja pada Oktober tahun itu. Dua bulan setelah itu, Kim berjanji pada konferensi politik domestik untuk lebih memperluas persenjataan nuklirnya dalam menghadapi tekanan AS yang "seperti gangster." Kim juga mendesak rakyatnya untuk tetap tangguh dalam perjuangan untuk kemandirian ekonomi.

Krisis Global Mencekik

Namun demikian, krisis global dampak Covid-19 telah menghambat beberapa tujuan ekonomi utama Kim. Hal ini memaksa Korut melakukan karantina wilayah yang melumpuhkan perdagangannya dengan China, satu-satunya sekutu utama dan jalur kehidupan ekonominya.

Badan mata-mata Korea Selatan (Korsel) belum lama ini mengatakan kepada anggota parlemen bahwa perdagangan tahunan Korut dengan China menurun dua pertiga menjadi 185 juta dolar AS hingga September 2021. Para pejabat Korut juga khawatir dengan kekurangan pangan, melonjaknya harga barang, dan kurangnya obat-obatan dan pasokan penting lainnya yang telah mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air seperti demam tifoid.

Negosiasi Korut dan AS pun masih berada di jalan buntu. Biden pun tidak menawarkan lebih dari pembicaraan yang terbuka.

Korut sejauh ini telah menolak tawaran tersebut. Negara ini malah mengatakan Washington harus terlebih dahulu meninggalkan kebijakan permusuhannya. Ini merujuk pada sanksi dan latihan militer AS-Korea Selatan.

"Korea Utara tidak akan menyerahkan senjata nuklirnya, apa pun yang terjadi," kata seorang profesor di Universitas Kookmin Seoul, Andrei Lankov. "Satu-satunya topik yang ingin mereka bicarakan bukanlah mimpi pipa denuklirisasi melainkan masalah yang berkaitan dengan kontrol senjata," ujarnya menambahkan.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement