Selasa 21 Dec 2021 23:45 WIB

Penjualan Perhiasan Mewah Diduga Danai Pelanggaran Militer di Myanmar

Militer Myanmar kini mengendalikan industri batu permata bernilai jutaan dolar

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi perhiasan. Militer Myanmar kini mengendalikan industri batu permata bernilai jutaan dolar.
Foto:

Penambangan informal ini berlangsung dengan latar belakang ketidakstabilan ekstrem di Myanmar, termasuk di Mogok. Militer dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk dengan membunuh ratusan pengunjuk rasa anti-kudeta serta melancarkan serangan terhadap warga sipil di wilayah perbatasan negara.

Namun Global Witness menyatakan para penjual perhiasan, rumah lelang, dan pengecer pasar massal terus membeli dan memasarkan batu rubi dan batu mulia lainnya dari Myanmar. Kondisi ini bisa terjadi karena batu mulai itu diproses di Thailand kemudian dijual ke perhiasan internasional.

Hanya satu dari 20 dealer yang berbicara dengan Global Witness di Thailand, yaitu Fai Dee. Dia dapat mengidentifikasi tambang tertentu tempat salah satu batu rubinya berasal.

Tambang itu, Shwe Pyi Aye, telah dikendalikan sejak 1995 oleh Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL). Perusahan ini adalah salah satu dari dua konglomerat utama yang dikendalikan militer yang disetujui oleh Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, dan Kanada.

Seorang perwakilan perusahaan dari Fai Dee mengatakan kepada Global Witness yang menyamar sebagai pelanggan bahwa tidak ada cara untuk mengatakan dengan tepat kapan batu rubi itu ditambang. Dia mengatakan mereka menjual batu rubi ke merek Amerika dan Inggris terkemuka seperti Harry Winston, Graff, Sotheby's, dan Christie's.

Ketika dimintai tanggapan, seorang pengacara untuk Fai Dee mengatakan perusahaan tersebut tidak mengakuisisi batu rubi Shwe Pyi Aye pada saat MEHL mengendalikan tambang itu. Sebagian besar koleksinya sebelum 1995.

Pengacara juga mengatakan Fai Dee telah beroperasi selama 100 tahun dan telah memperoleh sejumlah permata pada waktu itu yang berasal dari Myanmar. "Fai Dee belum membeli dari tambang atau perusahaan pemerintah mana pun di Myanmar sejak 2008," ujarnya merujuk pada pemberlakuan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap konglomerat militer yang terkait dengan perdagangan batu permata. Sanksi ini dicabut pada tahun 2016 setelah transisi ke pemerintahan sipil, tetapi diberlakukan kembali tahun ini setelah kudeta militer.

"Perusahaan tidak melanggar sanksi apa pun yang berkaitan dengan Myanmar atau berkontribusi dengan cara apa pun terhadap pelanggaran hak asasi manusia di negara itu," kata pengacara Fai Dee.

sumber : Aljazirah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement