Selasa 21 Dec 2021 23:45 WIB

Penjualan Perhiasan Mewah Diduga Danai Pelanggaran Militer di Myanmar

Militer Myanmar kini mengendalikan industri batu permata bernilai jutaan dolar

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi perhiasan. Militer Myanmar kini mengendalikan industri batu permata bernilai jutaan dolar.
Foto:

Dealer Thailand lainnya secara terbuka mengklaim mereka telah berhenti membeli batu rubi dari Myanmar. Satu perusahaan memberi tahu penyelidik Global Witness yang menyamar sebagai pelanggan bahwa mereka masih bisa melakukannya mulai Juli tahun ini.

Global Witness juga mengatakan telah menghubungi 30 toko perhiasan internasional, rumah lelang, dan pengecer pasar massal yang menjual batu permata yang berbasis di AS, Eropa, dan Asia. "Kami menemukan bahwa sebagian besar dari mereka tidak memiliki langkah-langkah uji tuntas yang memadai untuk memastikan rantai pasokan mereka tidak menyalahgunakan pendanaan. Akibatnya, perusahaan-perusahaan ini mungkin mendanai militer Myanmar, salah satu rezim paling brutal di dunia, membantu mempertahankan kekuasaannya yang kejam atas rakyat Myanmar," ujar laporan itu.

Pakar sanksi AS dengan pengalaman bekerja di Myanmar sejak 2007 dan pengalaman langsung menilai sektor permata di Mogok, Peter Kucik, mengatakan temuan Global Witness sejalan dengan temuannya sendiri. Memperhatikan Myanmar telah dikenakan berbagai rezim sanksi, yang diberlakukan pada 2008, dicabut pada 2016, dan kemudian diberlakukan lagi pada Februari setelah kudeta, Kucik mengatakan dalam hal kewajiban sanksi, perusahaan hanya perlu peduli dengan batu permata yang bersumber sejak Februari.

Namun menurut Kucik tidak ada cara untuk menentukan apakah sebuah rubyiditambang pada 2017 atau 2021. "Secara harfiah tidak ada cara untuk melakukannya. Karena kesulitan atau ketidakmungkinan mengidentifikasi sumber yang sah, solusi baru tampaknya sama dengan yang lama, hentikan sumber batu rubi dari Myanmar untuk mencoba dan memotong aliran pendapatan junta," katanya.

Kucik mengatakan kebijakan sanksi adalah “strict liability”, artinya jika sebuah perusahaan AS berakhir dengan batu rubi Myanmar yang melanggar sanksi, itu akan tetap menjadi pelanggaran. Status itu berlaku bahkan jika perusahaan tersebut tidak mengetahui asalnya.

"Jika saya pergi ke Thailand dan membeli tas kerja yang penuh dengan batu rubi dan penjualnya mengatakan bahwa 100 persen ini tidak berasal dari Myanmar, tetapi mereka melakukannya, saya masih memiliki masalah. Namun itu akan dipertimbangkan dalam hal mekanisme penegakan apa yang akan dilakukan. Itu berkisar kemungkinan dari surat peringatan hingga rujukan untuk penyidikan pidana jika ada pelanggaran yang disengaja," terang Kucik.

Global Witness menyebut hanya tiga perusahaan yaitu Tiffany & Co, Signet Jewellers, dan Boodles yang secara terbuka menyatakan telah berhenti membeli batu permata dari Myanmar sejak kudeta. Cartier dan Gubelin menyatakan hal yang sama kepada kelompok itu, sementara Harry Winston mengeluarkan pernyataan publik pada 9 Desember yang mengatakan mereka juga akan menghentikan pengadaan batu permata dari Myanmar.

sumber : Aljazirah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement