Senin 11 Apr 2022 20:19 WIB

Perdana Menteri Baru Pakistan Dipilih dari Oposisi

Parlemen Pakistan memilih Shehbaz Sharif sebagai perdana menteri baru.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
Pemimpin oposisi Pakistan Shahbaz Sharif berbicara dalam konferensi pers setelah keputusan Mahkamah Agung, di Islamabad, Pakistan, 7 April 2022.
Foto: AP Photo/Anjum Naveed
Pemimpin oposisi Pakistan Shahbaz Sharif berbicara dalam konferensi pers setelah keputusan Mahkamah Agung, di Islamabad, Pakistan, 7 April 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Parlemen Pakistan pada Senin (11/4/2022) memilih Shehbaz Sharif (70 tahun) sebagai perdana menteri setelah krisis konstitusional negara itu selama sepekan terakhir. Shehbaz Sharif adalah adik dari perdana menteri Pakistan yang menjabat tiga periode, Nawaz Sharif.

Pemilihan ini dilakukan setelah Perdana Menteri Pakistan Imran Khan kehilangan mosi tidak percaya di parlemen. Hanya beberapa menit sebelum pemungutan suara, legislator dari partai Khan mengundurkan diri secara massal dari majelis rendah parlemen sebagai protes atas pembentukan pemerintahan.

Baca Juga

"Kami mengumumkan bahwa kami semua mengundurkan diri," kata mantan menteri luar negeri dan wakil presiden partai Khan Shah Mahmood Qureshi dalam sebuah pidato di majelis. Pengunduran diri massal akan membutuhkan pemilihan sela baru di lebih dari 100 kursi.

Partai Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) telah mengajukan surat-surat yang mencalonkan Qureshi sebagai calon perdana menteri. Namun parlemen tetal memilih Shehbaz Sharif. "Tidak ada penghinaan yang lebih besar terhadap negara ini," kata Khan menanggapi prospek terpilihnya Sharif.

Analis mengatakan, Shehbaz menikmati hubungan baik dengan militer Pakistan. Seperti diketahui, militer mengendalikan kebijakan luar negeri dan pertahanan di negara bersenjata nuklir berpenduduk 220 juta orang itu.

Shehbaz Sharif yang lebih muda muncul sebagai pemimpin oposisi bersatu untuk menggulingkan Khan. Tidak ada perdana menteri terpilih yang menyelesaikan masa jabatan penuh di negara bersenjata nuklir itu sejak memenangkan kemerdekaan dari kekuasaan kolonial Inggris Raya pada 1947, meskipun Khan adalah orang pertama yang dilengserkan dengan mosi tidak percaya.

Militer telah memerintah negara berpenduduk 220 juta orang itu selama hampir setengah dari hampir 75 tahun sejarahnya. Itu memandang Khan dan agenda konservatifnya dengan baik ketika dia memenangkan pemilihan pada 2018.

Tetapi dukungan itu berkurang setelah perselisihan mengenai penunjukan kepala intelijen militer dan masalah ekonomi yang pekan lalu menyebabkan kenaikan suku bunga terbesar dalam beberapa dekade. Khan tetap menantang setelah kekalahannya di parlemen. Ribuan pendukungnya di beberapa kota mengadakan protes terhadap pemecatannya yang berlangsung hingga Senin dini hari.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement