REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Partai-partai oposisi Thailand di parlemen pada Rabu (15/6/2022) mengajukan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha beserta 10 menteri kabinet. Mereka menuding Prayuth (68 tahun) dan para menterinya itu melakukan korupsi, tidak becus mengurus ekonomi, merongrong demokrasi, dan mencengkeram kekuasaan.
Kelompok partai oposisi berharap sidang parlemen untuk membahas mosi tersebut akan terlaksana pada Juli dan akhirnya bisa menjatuhkan pemerintahan Prayuth.Mosi tidak percaya itu adalah yang terbaru dihadapi Prayuth sebelum masa jabatannya berakhir pada Maret tahun depan.
Ia sebelumnya tiga kali dihadapkan pada mosi tidak percaya sejak pemilihan 2019, yang membuatnya tetap berkuasa.Prayuth adalah pensiunan jenderal yang pertama kali memegang kekuasaan pada 2014 melalui kudeta.
"Dia adalah pemimpin yang punya pemikiran lemah, tidak menghormati aturan hukum, tidak punya moral, dan tidak mampu mengurus negara," kata Chonlanan Srikaew, pemimpin kelompok oposisi, kepada parlemen.
Para analis memperkirakan Prayuth akan menang karena pemerintah memiliki suara mayoritas, yaitu 253 kursi, di parlemen sementara oposisi punya 208 kursi.Beberapa pakar lainnya mengatakan kepopuleran pemerintah sudah menurun.
Kecenderungan itu tergambar pada Mei saat pemilihan gubernur Bangkok.Dalam pemilihan tersebut, para kandidat gubernur yang beraliran konservatif dan pro pemerintah dikalahkan oleh seorang mantan tokoh oposisi.
Juru bicara pemerintah Thailand Thanakorn Wangboonkongchana mengatakan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan."Perdana menteri siap menjelaskan kepada parlemen dan menjawab semua permasalahan yang diangkat oleh oposisi karena pemerintah yakin telah mengelola negara secara jujur tanpa korupsi, seperti yang terjadi pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya," kata Thanakorn.