Senin 11 Jul 2022 09:06 WIB

Gegap Gempita Warga Sri Lanka Rayakan Kejatuhan Presiden

Sejumlah warga menyulut kembang api untuk merayakan jatuhnya Gotabaya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa
Foto:

Sejumlah pemimpin partai oposisi sudah mendesak pengunduran diri Gotabaya dan Wickremesinghe sebelum ada keputusan atau pengumuman yang menyatakan bahwa mereka menanggalkan jabatannya. “Presiden dan perdana menteri harus segera mengundurkan diri. Jika itu tidak terjadi, ketidakstabilan politik akan memburuk,” ujar pemimpin Sri Lanka Freedom Party sekaligus mantan presiden negara tersebut, Maithripala Sirisena.

Belum jelas apakah pengunduran diri Gotabaya dan Wickremesinghe, kemudian diikuti dengan pembentukan pemerintahan persatuan, akan meredam gejolak di Sri Lanka.

“Ini adalah situasi yang tidak pasti. Jika transisi yang jelas tidak dilakukan, pengunduran diri presiden dan perdana menteri akan menciptakan kekosongan kekuasaan yang bisa berbahaya. Ketua dapat menunjuk pemerintah semua partai baru, tetapi apakah mereka akan diterima oleh para pengunjuk rasa masih harus dilihat,” kata analis politik Kusal Perera.

Sri Lanka sudah dibekap gelombang demonstrasi sejak Maret lalu. Awalnya warga turun ke jalan untuk memprotes pemadaman listrik bergilir yang kian parah di sana. Namun seruan agar presiden mundur sudah muncul sejak unjuk rasa mulai bergulir. Sri Lanka memang tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir. Hal itu diperburuk dengan dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19.

Dari Maret ke bulan-bulan berikutnya, kondisi ekonomi Sri Lanka kian terperosok. Inflasi melambung tinggi dibarengi dengan naiknya harga bahan pokok dan mulai langkanya bahan bakar minyak (BBM). Hal itu pula yang membuat warga Sri Lanka mempertahankan aksi demonstrasinya. Mereka menuntut perbaikan hidup dan reformasi pemerintahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement