REPUBLIKA.CO.ID, LONDON (AP) -- Liz Truss resmi menjadi perdana menteri Inggris berikutnya pada Selasa (6/9/2022). Dia telah bertemu dengan Ratu Elizabeth II yang memintanya untuk membentuk pemerintahan baru.
Perempuan berusia 47 tahun menjabat dalam upacara seremonial yang hati-hati dengan pemimpin kerajaan usai sehari setelah Partai Konservatif yang berkuasa mengumumkan bahwa Truss terpilih sebagai pemimpinnya. Pendahulunya, Boris Johnson pun secara resmi mengundurkan diri selama pertemuan sendiri dengan Ratu di perkebunan Balmoral Skotlandia.
Pelantikan Truss adalah pertama kalinya dalam 70 tahun pemerintahan Ratu dalam penyerahan kekuasaan terjadi di Balmoral, bukan di Istana Buckingham di London. Upacara dipindahkan ke Skotlandia untuk memberikan kepastian tentang jadwal karena pemimpin kerajaan berusia 96 tahun itu telah mengalami masalah yang memaksa pejabat istana untuk membuat keputusan tentang perjalanannya sehari-hari.
Ratu akan meminta pemimpin Partai Konservatif baru ini menjadi pemimpin baru Inggris saat negara itu. Truss diperkirakan akan menyampaikan pidato pertamanya sebagai pemimpin negara berpenduduk 67 juta orang pada Selasa sore.
Pemerintah Inggris saat ini sedang cemas tentang tagihan energi yang melonjak dan musim dingin yang menjulang dari resesi dan kerusuhan buruh. Masalah-masalah itu telah memburuk selama dua bulan terakhir, karena Johnson tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan kebijakan besar setelah mengumumkan rencananya untuk mundur pada awal Juli.
Berbicara di luar Downing Street sebelum menuju ke Skotlandia, Johnson mengatakan, masa jabatannya selama tiga tahun telah membuat Inggris memiliki kekuatan ekonomi untuk membantu mengatasi krisis energi. “Saya seperti salah satu roket pendorong yang telah memenuhi fungsinya,” kata Johnson.
“Saya sekarang akan dengan lembut memasuki kembali atmosfer dan memercik tanpa terlihat di beberapa sudut Pasifik yang terpencil dan tidak jelas," ujarnya.
Pria berusia 58 tahun ini menjadi perdana menteri tiga tahun lalu setelah pendahulunya, Theresa May, gagal mendorong Inggris keluar Uni Eropa. Johnson kemudian memenangkan mayoritas 80 kursi di Parlemen dengan janji untuk menyelesaikan Brexit. Namun, Johnson dipaksa keluar dari jabatannya oleh serangkaian skandal yang memuncak dengan pengunduran diri puluhan menteri Kabinet dan pejabat tingkat bawah pada awal Juli.