Ahad 04 Dec 2022 14:22 WIB

Jaksa Agung: Hukum Jilbab Iran sedang Ditinjau

Organisasi HAM Iran menyebut setidaknya 448 orang meninggal dalam aksi protes.

Rep: Mabruroh/ Red: Friska Yolandha
Simi Mohajer, tengah, berpartisipasi dalam rapat umum menyerukan perubahan rezim di Iran setelah kematian Mahsa Amini, seorang wanita muda yang meninggal setelah ditangkap di Teheran oleh
Foto:

Setelah undang-undang jilbab menjadi wajib, dengan perubahan norma pakaian, menjadi hal biasa untuk melihat wanita dengan celana jeans ketat dan jilbab longgar berwarna-warni.

Namun pada Juli tahun ini Raisi, seorang ultra-konservatif, menyerukan mobilisasi semua lembaga negara untuk menegakkan kembali hukum jilbab. Namun, banyak wanita terus melanggar aturan. 

Iran menuduh musuh bebuyutannya Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Inggris, Israel, dan kelompok Kurdi yang berbasis di luar negeri, mengobarkan kekerasan jalanan yang disebut pemerintah sebagai "kerusuhan". 

Seorang jenderal di Korps Pengawal Revolusi Islam Iran minggu ini, untuk pertama kalinya, mengatakan lebih dari 300 orang tewas dalam kerusuhan sejak kematian Amini. Badan keamanan tertinggi Iran, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, pada hari Sabtu mengatakan jumlah orang yang tewas selama protes "melebihi 200."

Dikutip oleh kantor berita negara IRNA, disebutkan bahwa jumlah tersebut termasuk petugas keamanan, warga sipil, separatis bersenjata, dan "perusuh". 

 

Organisasi nonpemerintah Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo pada hari Selasa mengatakan setidaknya 448 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dalam protes nasional yang sedang berlangsung. Kepala Hak Asasi Manusia Volker Turk mengatakan pekan lalu bahwa 14 ribu orang, termasuk anak-anak, telah ditangkap dalam penumpasan protes.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement