REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA – Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan, dinas intelijen negaranya telah gagal mengantisipasi aksi penggerudukan gedung Kongres, Mahkamah Agung, dan Istana Kepresidenan oleh massa pendukung mantan presiden Jair Bolsonaro awal bulan ini. Dia sempat menduga bahwa kudeta terhadap pemerintahannya akan berlangsung.
“Kami membuat kesalahan mendasar: intelijen saya tidak ada (hari itu). Kami memiliki intelijen angkatan darat, angkatan udara, dan ABIN (Badan Intelijen Brasil). Tidak ada dari mereka yang memperingatkan saya,” kata Lula da Silva saat diwawancara stasiun televisi GloboNews terkait kerusuhan yang terjadi 8 Januari lalu, Rabu (18/1/2023).
Lula sempat mengatakan, dia menduga ada persekongkolan antara orang-orang di internal angkatan bersenjata ketika aksi kerusuhan dan penggerudukan gedung Kongres, Mahkamah Agung, dan Istana Kepresidenan terjadi. “Saya mendapat kesan itu adalah awal dari kudeta,” ucapnya.
Dia menegaskan ingin menjaga hubungannya dengan angkatan bersenjata Brasil. “Saya tidak ingin memiliki masalah dengan pasukan, atau mereka dengan saya. Tapi mereka yang ingin berpolitik harus melepas seragamnya, mundur dari jabatannya kemudian terjun ke dunia politik,” kata Lula.
Lula diagendakan melakukan pertemuan dengan kepala staf angkatan darat, udara, dan laut Brasil akhir pekan mendatang. Awal pekan ini Lula memecat lebih dari 50 perwira militer yang menjaga kediaman presiden dan kantor Penasihat Keamanan Nasional Brasil. Dia tak lagi menaruh kepercayaan pada mereka setelah aksi kerusuhan dan penggerudukan gedung pemerintahan terjadi.
Pada 8 Januari lalu, ribuan pendukung mantan presiden Brasil Jair Bolsonaro menggeruduk dan sempat menduduki gedung Kongres, Mahkamah Agung, dan Istana Kepresidenan Brasil. Mereka tak menerima kekalahan Bolsonaro dari Lula da Silva dalam pemilihan presiden yang digelar Oktober tahun lalu. Hingga Lula dilantik 1 Januari lalu, Bolsonaro belum mengucapkan selamat kepadanya.
Dalam aksi penggeredukan tiga gedung pemerintahan tersebut, sejumlah pendukung Bolsonaro menyerukan intervensi militer guna mengembalikan tokoh pujaan mereka ke tampuk kekuasaan. Alih-alih mendukung dan membenarkan, Bolsonaro mengecam tindakan yang dilakukan ribuan pendukungnya.
Dia menyebut, aksi semacam itu tak dapat dibenarkan. “Demonstrasi damai, dalam bentuk undang-undang, adalah bagian dari demokrasi. Namun, penghancuran dan invasi gedung-gedung publik seperti yang terjadi hari ini, serta yang dilakukan oleh sayap kiri pada 2013 dan 2017, keluar dari aturan,” kata Bolsonaro lewat akun Twitter-nya 8 Januari lalu.
Saat ini otoritas Brasil tengah menyelidiki aksi penggerudukan yang dilakukan para pendukung Bolsonaro. Terdapat sekitar 200 orang yang ditangkap terkait kejadian tersebut.