PEMRA Jadi Alat Politik
Hammad Azhar, seorang politikus dari partai pendukung Khan, Pakistan Tahreek-e-Insaf (PTI), mengatakan negara itu dengan cepat turun ke dalam kegelapan dan ada upaya bersama oleh pemerintah untuk menempatkan demokrasinya di bawah ancaman.
"[Larangan atas pidato Khan] ini tidak hanya tidak konstitusional karena bertentangan dengan kebebasan berekspresi… Tidak boleh ada larangan menyeluruh atas pidato politisi. Selain masalah legalitas, itu juga sangat anti-demokrasi,” katanya kepada Al Jazeera.
“Rezim ini membatu dari Imran Khan daei popularitasnya yang terus melonjak, dia sekarang dipandang sebagai perdana menteri yang sedang menunggu. Kami melihat tindakan polisi terhadap Khan dan pekerja partai. Ada tindakan keras media. Kami dengan cepat menjadi negara fasis," sebutnya.
Mantan Ketua PEMRA Absar Alam mengatakan penerapan hukum di Pakistan cacat dan regulator media perlu membenahi diri.
“PEMRA telah menjadi alat politik, siapa pun yang dapat menggunakannya sering melakukannya untuk kepentingan mereka,” katanya kepada Aljazirah.
Absar Alam menambahkan, bagaimanapun, saluran TV harus bertanggung jawab atas apa yang mereka siarkan. “Ada begitu banyak polarisasi di Pakistan sehingga kebajikan satu orang menjadi dosa orang lain. Sayangnya, media telah banyak mengamplifikasi hal ini dan mereka tidak mengikuti etika media atau menunjukkan profesionalismenya,” katanya.
Pengawas media Reporters Without Borders (RSF) yang berbasis di Paris tahun lalu menempatkan kualitas cukup rendah peringkat media Pakistan. Peringkat media Pakistan berada di urutan 157 di antara 180 negara dalam daftar Indeks Kebebasan Pers Dunia.