Senin 20 Mar 2023 13:51 WIB

Perjalanan Pencarian Senjata Pemusnah Massal Irak yang Berantakan

Kontroversi masih berkecamuk atas keberadaan senjata pemusnah massal

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
 FILE - Potret Saddam Hussein masih tergantung di gedung Kementerian Transportasi dan Komunikasi yang terbakar di Bagdad, 9 April 2003. Ribuan orang mengamuk saat pasukan AS bergerak ke ibu kota Irak.
Foto:

Pada 12 September, Sir Richard Dearlove masuk ke Downing Street dengan berita tentang sumber baru yang penting. Orang ini mengklaim program Saddam sedang dimulai kembali dan berjanji akan segera menyampaikan rincian baru. Meskipun sumber ini belum melalui pemeriksaan penuh, dan informasi mereka tidak dibagikan kepada para ahli.

Informasi itu pada akhirnya dianggap mengada-ada karena kontrol atas kualitas informasi yang sudah rusak. Kemungkinan beberapa sumber baru mengarang informasi demi uang atau karena mereka ingin melihat Saddam digulingkan. Pada Januari 2003, seorang pembelot dari dinas intelijen Saddam di Yordania mengaku telah terlibat dalam pengembangan laboratorium keliling untuk mengerjakan senjata biologis, tanpa terlihat oleh inspektur PBB.

Klaimnya berhasil masuk ke dalam presentasi Menteri Luar Negeri AS Colin Powell ke PBB pada Februari 2003, meskipun beberapa orang di dalam pemerintah AS telah mengatakan bahwa informasi tersebut tidak dapat dipercaya. Sumber lain dengan nama kode "Curveball", yang diandalkan oleh AS dan Inggris, juga mengarang detail tentang laboratorium tersebut.

Patut diingat bahwa Saddam memang pernah memiliki senjata pemusnah massal. Beberapa minggu sebelum perang tahun 2003, Sir Richard Dearlove mengunjungi desa Halabja di Irak Utara, dan mendengar penduduk setempat menggambarkan hari di tahun 1988 ketika tentara Saddam menjatuhkan senjata kimia ke arah mereka.

Saddam telah memerintahkan penghancuran sebagian besar program WMD-nya pada awal 1990-an setelah Perang Teluk pertama dengan harapan mendapatkan laporan yang bersih dari inspektur senjata PBB, kata salah satu ilmuwan terkemuka Irak kemudian kepada Sir Richard Dearlove.

Pemimpin Irak mungkin berharap untuk memulai kembali program di kemudian hari. Tapi dia telah menghancurkan semuanya secara diam-diam, sebagian untuk mempertahankan gertakan bahwa dia mungkin masih memiliki sesuatu yang bisa dia gunakan untuk melawan negara tetangga Iran. Jadi ketika Irak kemudian diminta oleh inspektur PBB untuk membuktikan bahwa mereka telah menghancurkan segalanya, ternyata tidak bisa.

Seorang ilmuwan Irak kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah membuang senyawa mematikan yang menurut badan intelijen barat tidak diketahui keberadaannya, dengan menuangkannya ke tanah. Tapi mereka melakukannya di dekat salah satu istana Saddam, dan mereka takut jika mengakui fakta ini akan membuat mereka dibunuh oleh pemimpin Irak. Hasil dari semua ini adalah bahwa Irak tidak pernah benar-benar dapat membuktikan bahwa ia tidak lagi memiliki senjata.

Pada akhir tahun 2002, inspektur PBB kembali ke Irak mencari WMD. Beberapa dari inspektur itu, berbicara kepada BBC untuk pertama kalinya, dapat mengingat melihat situs-situs di mana informasi intelijen dari Barat menyebut mungkin ada yang bisa dipindahkan. Sayangnya mereka hanya menemukan sebuah truk es krim terbengkalai yang ditutupi sarang laba-laba.

Publik pada saat itu tidak pernah mengetahui bahwa ketika perang mendekat, dengan sumber informasi yang gagal tersampaikan. "Panik" adalah bagaimana banyak orang dalam menggambarkannya. "Masa depan saya ada di tangan Anda," kata Blair, setengah bercanda, kepada Sir Richard pada Januari 2003, saat tekanan semakin besar untuk menemukan bukti WMD.

"Itu membuat frustrasi pada saat itu," kenang Sir Richard sekarang. Dia menuduh inspektur "tidak kompeten" karena gagal menemukan apa pun.

Hans Blix, yang memimpin inspeksi kimia dan biologi PBB, mengatakan kepada BBC bahwa hingga awal tahun 2003, dia percaya bahwa ada senjata pemusnah itu, tetapi ia mulai meragukan keberadaannya setelah petunjuk semakin kosong. Dia ingin lebih banyak waktu untuk mendapatkan jawaban tetapi tidak akan mendapatkannya. Kegagalan untuk menemukan senjata pemusnah tidak akan menghentikan perang pada Maret 2003.

"Saya mencoba sampai saat terakhir untuk menghindari aksi militer," kata Tony Blair kepada BBC.

Presiden George Bush, takut sekutunya akan kehilangan suara di parlemen menjelang perang, memang Bush menawarinya dalam panggilan video, kesempatan untuk mundur dari invasi dan hanya terlibat setelahnya, tetapi perdana menteri Blair menolaknya.

Dia membela keputusannya baik sebagai prinsip dalam hal kebutuhan untuk berurusan dengan Saddam Hussein, tetapi juga karena kebutuhan untuk menjaga hubungan Inggris dengan AS. Tapi tidak ada WMD yang akan ditemukan setelahnya.

"Semuanya berantakan," kata seorang mantan perwira MI6, mengingat tinjauan internal sumber-sumber pascaperang. Ini akan meninggalkan konsekuensi yang dalam dan bertahan lama baik bagi mata-mata maupun politisi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement