Sabtu 24 Jun 2023 18:43 WIB

Serbia Ancam Kerahkan Militer ke Kosovo

Ancaman ini akan dilakukan jika pasukan NATO gagal melindungi minoritas Serbia.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Prajurit pasukan penjaga perdamaian internasional di Kosovo (KFOR) yang dipimpin NATO mengatur posisi di depan gedung kotamadya di Zvecan, Kosovo, 30 Mei 2023.
Foto: EPA-EFE/GEORGI LICOVSKI
Prajurit pasukan penjaga perdamaian internasional di Kosovo (KFOR) yang dipimpin NATO mengatur posisi di depan gedung kotamadya di Zvecan, Kosovo, 30 Mei 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, BELGRADE -- Serbia menegaskan kembali ancaman intervensi militer di bekas provinsi Kosovo. Ancaman ini akan diwujudkan jika penjaga perdamaian pimpinan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) gagal melindungi minoritas Serbia dari ancaman teroris dari otoritas etnik Albania di Kosovo.

Kepala Staf Angkatan Darat Serbia Jenderal Milan Mojsilovic mengatakan dalam pidato singkat yang disiarkan televisi, orang-orang Serbia Kosovo tidak dapat lagi menoleransi teror pemerintah Kosovo. Dia menyatakan, bahwa militer Serbia siap untuk memenuhi tugas-tugasnya sesuai dengan konstitusi Serbia dan setiap perintah dari Presiden Aleksandar Vucic.

Baca Juga

Mojsilovic sebelumnya menyatakan, bahwa orang Serbia Kosovo tidak dapat lagi menoleransi teror rezim Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti. “Menurut fakta, saya memberi tahu komandan KFOR bahwa kami menuntut tindakan segera untuk melindungi rakyat Serbia. Ini adalah permintaan kami kepada KFOR dan organisasi internasional lainnya," kata Mojsilovic.

Serbia telah menempatkan pasukannya di perbatasan dengan Kosovo dalam keadaan siaga tertinggi. Pengerahan ini terjadi di tengah serangkaian bentrokan antara orang Serbia Kosovo di satu sisi dan polisi Kosovo serta penjaga perdamaian yang dipimpin NATO atau dikenal sebagai KFOR di sisi lain. Dalam beberapa pekan terakhir, NATO telah mengirim bala bantuan di tengah kekhawatiran akan bentrokan terbuka antara etnis Albania dan Serbia.

Intervensi bersenjata Serbia di Kosovo  bisa memunculkan bentrokan langsung dengan sekitar 4.000 tentara NATO yang saat ini ditempatkan di sana. Serbia dan bekas provinsi Kosovo telah berselisih selama beberapa dekade. 

Perang 1998-1999 menewaskan lebih dari 10 ribu orang yang kebanyakan orang Albania Kosovo. Serbia menolak untuk mengakui deklarasi kemerdekaan Kosovo pada 2008.

Ketegangan berkobar lagi bulan lalu setelah polisi Kosovo menyita gedung-gedung pemerintah daerah di Kosovo utara dengan orang Serbia merupakan mayoritas. Tindakan ini dilakukan karena pelantikan walikota etnis Albania yang terpilih dalam pemilihan lokal yang diboikot oleh orang-orang Serbia.

Gejolak terbaru berfokus pada polisi Kosovo yang menangkap sedikitnya delapan orang Serbia yang diduga mengambil bagian dalam bentrokan kekerasan bulan lalu dengan pasukan NATO dan polisi Kosovo. Peristiwa ini menyebabkan puluhan orang terluka di semua sisi.

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell menggambarkan ketegangan etnis yang melonjak di Kosovo utara sebagai hal yang mengkhawatirkan. “Meskipun pertemuan krisis kemarin, eskalasi terus (dan) menjadi berbahaya. Kami tidak akan mentolerirnya," ujarnya di Twitter. 

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bersumpah bahwa penjaga perdamaian aliansi akan terus bertindak tidak memihak. NATO akan meningkatkan kehadirannya untuk memastikan lingkungan dan kebebasan bergerak untuk semua komunitas di Kosovo.

Baik Serbia dan Kosovo mencari keanggotaan UE. Kedua negara perlu menormalkan hubungan untuk bisa  tergabung dalam organisasi tersebut.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement