Jumat 21 Jul 2023 16:23 WIB

Cina Tak Ingin Ada Perang Dagang dengan AS, Tapi Beijing akan Balas Tiap Sanksi Pembatasan

Cina pada awal bulan ini memberlakukan pembatasan ekspor dua logam utama chip.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Cina-Amerika
Foto: washingtonote
Bendera Cina-Amerika

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina tidak menginginkan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), tetapi Beijing menegaskan akan siap membalas setiap sanksi pembatasan yang diberlakukan AS kepada produk Cina, lebih lanjut pada teknologi dan perdagangan, kata duta besar Cina untuk AS, Xie Feng.

Dubes Xie Feng mengkritik pembatasan AS terhadap penjualan microchip dan peralatan pembuatan chip ke Cina yang diberlakukan tahun lalu oleh pemerintahan Biden. Beijing menggambarkan tindakan tersebut sebagai bagian dari upaya untuk menahan pertumbuhan Cina.

Baca Juga

"Cina tidak menghindar dari persaingan, tetapi definisi persaingan oleh pihak AS menurut saya tidak adil," kata Xie pada hari Rabu di Aspen Security Forum, sebuah konferensi keamanan dan kebijakan luar negeri di Aspen, Colorado.

"Amerika Serikat mencoba untuk menang dengan menyingkirkan Cina," katanya, mengacu pada langkah-langkah untuk mengekang penjualan teknologi AS ke raksasa telekomunikasi Cina , Huawei, karena masalah keamanan.

"Ini seperti membatasi pihak lain untuk mengenakan pakaian renang yang sudah ketinggalan zaman dalam kontes renang, sementara Anda sendiri mengenakan Speedo," katanya.

Cina pada awal bulan ini memberlakukan pembatasan ekspor terhadap dua logam utama yang digunakan dalam chip komputer dan sel surya. Pembatasan ini sebuah langkah yang secara luas dilihat sebagai pembalasan atas pembatasan AS terhadap microchip. Awal tahun ini, Beijing membatasi penjualan produk dari Micron Inc, produsen chip memori terbesar di AS.

"Jelas bukan harapan kami untuk mendapatkan balasan," kata Xie. "Kami tidak menginginkan perang dagang, perang teknologi. Kami ingin mengucapkan selamat tinggal pada Tirai Besi, dan juga Tirai Silikon."

Komentar Xie muncul ketika Washington dan Beijing sedang berusaha memperbaiki hubungan mereka, yang telah mencapai titik terendah dalam beberapa bulan terakhir karena berbagai masalah. Satu diantaranya, termasuk balon mata-mata Cina yang dicurigai terbang di atas wilayah AS dan ketegangan mengenai perdagangan, teknologi, hak asasi manusia dan klaim China atas Taiwan dan sebagian besar wilayah Laut China Selatan.

Sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki hubungan, tiga pejabat tinggi AS mengunjungi Beijing dalam beberapa minggu terakhir. John Kerry, utusan khusus AS untuk urusan iklim, mengakhiri pembicaraan pada hari Rabu dengan para pejabat Cina mengenai cara-cara untuk memerangi perubahan iklim dan memulihkan kerja sama tingkat tinggi antara kedua negara.

Ia didahului oleh Menteri Keuangan Janet Yellen pada awal bulan ini. Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken melakukan perjalanan ke Cina dalam kunjungan yang berfokus pada pembukaan kembali saluran komunikasi antara kedua negara dan menghidupkan kembali pembicaraan yang terhenti antara militer mereka.

Xie mengatakan Cina sangat ingin memiliki hubungan yang stabil dan sehat dengan AS. Dia mengatakan perbaikan konkret segera dapat mencakup peningkatan jumlah penerbangan penumpang antara China dan AS - yang sangat dibatasi selama pandemi - dan memperbarui perjanjian kerja sama kedua negara di bidang sains dan teknologi.

Mengenai masalah perang Ukraina, Xie mengulangi poin-poin pembicaraan para pejabat Tiongkok bahwa Beijing menghormati kedaulatan dan integritas teritorial negara-negara lain, tetapi juga mengakui kekhawatiran keamanan yang sah dan masuk akal. Cina mengatakan bahwa mereka bersikap netral dalam konflik ini, tetapi dalam praktiknya, Cina telah menunjukkan dukungan kepada Rusia dengan sering mengadakan kunjungan kenegaraan dan latihan militer bersama dengan Moskow.

Untuk Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri, yang dianggap Cina sebagai provinsi yang memisahkan diri, Xie mengatakan bahwa prioritasnya adalah untuk menghentikan singgahnya Wakil Presiden Taiwan dan calon presiden William Lai di Amerika Serikat.

"Persinggahan tersebut, yang diharapkan sebagai bagian dari perjalanan bulan depan oleh Lai ke Amerika Latin, seperti badak abu-abu yang menyerang kita," kata Xie.

Cina menentang setiap pertukaran formal antara mitra diplomatiknya dan Taiwan dan telah bereaksi dengan marah terhadap kunjungan semacam itu di masa lalu. Pada bulan April, Cina melakukan latihan perang di sekitar Taiwan setelah Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bertemu dengan para pejabat AS di Los Angeles dalam perjalanan pulang dari Amerika Tengah.

Direktur kedutaan de facto AS di Taiwan, Sandra Oudkirk, mengatakan pada hari Rabu bahwa sama sekali tidak ada alasan bagi Cina untuk menggunakan transit Lai sebagai dalih untuk melakukan tindakan provokatif apa pun. 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement