Kamis 10 Aug 2023 19:21 WIB

Mesir Puji Australia Pakai kembali Istilah Wilayah Pendudukan untuk Area Diklaim Israel

Australia membatalkan keputusan untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai ibukota Israel

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
 Pendukung Palestina berbaris menuju Gedung Parlemen selama rapat umum menjelang Hari Al-Nakba (Bencana), di Melbourne, Australia, 13 Mei 2023.
Foto: EPA-EFE/DIEGO FEDELE
Pendukung Palestina berbaris menuju Gedung Parlemen selama rapat umum menjelang Hari Al-Nakba (Bencana), di Melbourne, Australia, 13 Mei 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Kementerian Luar Negeri Mesir kemarin memuji keputusan Australia untuk mengembalikan penggunaan "wilayah Palestina yang diduduki" atas area yang diklaim Israel, dalam komunikasi resminya, demikian dilaporkan situs berita Mesir, Al-Ahram, dilansir Middle East Monitor, Kamis (10/8/2023).

Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengumumkan pada hari Selasa (8/8/2023),  bahwa pemerintah di Canberra akan mulai menggunakan istilah 'wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur' dan akan menganggap permukiman Israel sebagai ilegal.

Baca Juga

"Hal ini konsisten dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan pendekatan yang dilakukan oleh mitra-mitra utama, termasuk Inggris, Selandia Baru dan Uni Eropa," katanya kepada parlemen.

Pemerintah Australia, lanjutnya, ingin "memperkuat penentangan pemerintah terhadap permukiman dengan menekankan bahwa permukiman tersebut ilegal di bawah hukum internasional dan menimbulkan hambatan yang signifikan terhadap perdamaian."

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, Ahmed Abu Zeid, menggambarkan langkah tersebut sebagai hal yang positif dan penting dalam upaya mengkonsolidasikan perdamaian. Upaya itu juga menurut dia, sangat menghormati legitimasi internasional dan melindungi hak-hak Palestina.

Dalam sebuah dorongan diplomatik yang signifikan bagi Palestina, Australia mengembalikan komitmen mereka menggunakan istilah "wilayah Palestina yang diduduki" dalam komunikasi resminya.

"Hal ini konsisten dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan pendekatan yang dilakukan oleh mitra-mitra utama, termasuk Inggris, Selandia Baru dan Uni Eropa," kata Menteri Luar Negeri Penny Wong kepada parlemen. 

"Ini adalah istilah yang telah digunakan, termasuk pada kesempatan sebelumnya oleh para menteri luar negeri sebelumnya dan pemerintah sebelumnya, yang konsisten dengan sebagian besar nomenklatur yang digunakan dalam konteks PBB dan digunakan, seperti yang saya katakan, oleh para mitra utama," ujarnya.

Tahun lalu Australia juga membatalkan keputusan sebelumnya untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel. "Pemerintah telah menegaskan kembali posisi Australia sebelumnya dan yang telah lama ada bahwa Yerusalem adalah masalah status akhir yang harus diselesaikan sebagai bagian dari negosiasi perdamaian antara Israel dan Palestina," kata Wong pada saat itu. 

"Dalam mengadopsi istilah ini, kami mengklarifikasi bahwa Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Gaza, diduduki oleh Israel setelah perang tahun 1967, dan pendudukan tersebut masih terus berlanjut hingga kini," katanya.

Dia juga mengatakan kepada kaukus Partai Buruh yang berkuasa bahwa pemerintah "ingin memperkuat keberatannya terhadap permukiman dengan menegaskan bahwa permukiman itu ilegal di bawah hukum internasional dan merupakan hambatan signifikan bagi perdamaian dua negara."

Menurut ABC News Australia, "Istilah 'wilayah pendudukan' telah digunakan oleh beberapa menteri luar negeri dalam beberapa dekade terakhir. Namun sejak 2014, sebagian besar menteri menahan diri untuk tidak menggunakan istilah pendudukan atau penjajahan ketika merujuk pada wilayah Palestina."

Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina menyambut baik langkah Australia tersebut. "Kami memandang positif perkembangan penting ini dalam posisi Australia yang berkomitmen pada hukum internasional dan resolusi PBB, dan mendukung upaya internasional yang bertujuan untuk menghidupkan kembali proses perdamaian sesuai dengan referensi perdamaian internasional, yang terpenting adalah prinsip solusi dua negara," dalam keterangan pihak Otoritas Palestina.

Kementerian tersebut menambahkan bahwa pihaknya menantikan pemerintah Australia untuk mengimplementasikan keputusan tersebut sesuai dengan hukum dan legitimasi internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement