REPUBLIKA.CO.ID, OSLO -- Narges Mohammadi, seorang pembela hak-hak perempuan Iran yang sedang dipenjara, telah memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2023 atas perjuangannya yang berani melawan penindasan terhadap perempuan di Iran. Mohammadi mengatakan, dia tidak akan pernah berhenti berjuang untuk demokrasi dan kesetaraan, kendati harus tetap berada di penjara.
“Saya akan terus berjuang melawan diskriminasi tanpa henti, tirani dan penindasan berbasis gender yang dilakukan oleh pemerintah agama yang menindas pembebasan perempuan,” kata Mohammadi kepada New York Times, Jumat (6/10/2023).
“Saya juga berharap pengakuan ini (Hadiah Nobel Perdamaian) membuat protes masyarakat Iran untuk perubahan menjadi lebih kuat dan terorganisasi. Kemenangan sudah dekat," ujar Mohammadi.
Mohammadi (51 tahun) adalah salah satu aktivis hak asasi manusia terkemuka di Iran yang berkampanye untuk hak-hak perempuan dan penghapusan hukuman mati. Dia saat ini menjalani beberapa hukuman di penjara Evin yang terkenal di Teheran dengan total hukuman 12 tahun penjara. Salah satu tuduhan yang dihadapi Mohammadi adalah menyebarkan propaganda melawan negara.
Mohammadi adalah wakil kepala Pusat Pembela Hak Asasi Manusia. Ini merupakan sebuah organisasi nonpemerintah yang dipimpin oleh Shirin Ebadi, penerima Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2003. Komite Nobel Norwegia memberikan Hadiah Nobel Perdamaian kepada Mohammadi atas upayanya mempromosikan hak asasi manusia dan kebebasan untuk semua.
“Perjuangannya yang berani menimbulkan kerugian pribadi yang sangat besar. Secara keseluruhan, rezim telah menangkapnya sebanyak 13 kali, menghukumnya sebanyak lima kali, dan menjatuhkan hukuman total 31 tahun penjara dan 154 kali cambukan,” ujar Ketua Komite Nobel Norwegia, Berit Reiss-Andersen.
Mohammadi adalah wanita ke-19 yang memenangkan penghargaan berusia 122 tahun tersebut. Komite Nobel Norwegia memilih pemenang Hadiah Nobel Perdamaian paling signifikan di dunia tahun ini dari 351 kandidat, termasuk 259 individu dan 92 organisasi.