Namun ketidakpercayaan antara Arafat dan Israel semakin meningkat. Palestina mengklaim bahwa Israel tidak memenuhi komitmen teritorialnya, sementara pihak Israel mengeluh bahwa Otoritas Palestina tidak berbuat cukup untuk menahan kampanye serangan bom Hamas terhadap bus-bus sipil di dalam wilayah Israel.
Pembunuhan Rabin oleh seorang garis keras Israel dan kemenangan Benjamin Netanyahu, yang merupakan penentang keras Perjanjian Oslo, dalam pemilu Israel semakin memperburuk hubungan antara kedua belah pihak. Pada saat perundingan “status akhir” dimulai di Camp David pada tahun 2000, rasa saling tidak percaya semakin mendalam. Kedua belah pihak tidak mampu menjembatani perbedaan besar mengenai sejumlah isu inti seperti Yerusalem dan hak-hak pengungsi Palestina.
Kebuntuan di Camp David memicu luapan kemarahan warga Palestina, dalam bentuk pemberontakan besar-besaran yang dimulai di Tepi Barat dan Gaza pada bulan September 2000. Konflik menjadi semakin sengit dengan ribuan warga Palestina tewas dalam penembakan dan serangan udara Israel.
Arafat mendapati dirinya dipinggirkan oleh AS dan Israel, yang menjadikannya tahanan rumah di markas besarnya di Tepi Barat di Ramallah pada Maret 2002. Arafat meninggal dunia pada November 2004. Bahkan sembilan tahun setelah kematiannya, Arafat masih mempertahankan kekuatan simbolis sebagai sumber legitimasi politik dalam gerakan nasional Palestina.