Rabu 16 Aug 2017 14:50 WIB

Pengerahan Tentara Dinilai Teruskan Genosida Muslim Rohingya

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang tentara Myanmar tengah berjaga di bangunan yang rusak di Sittwe, Rakhine, Myanmar.
Foto: AP
Seorang tentara Myanmar tengah berjaga di bangunan yang rusak di Sittwe, Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dewan Rohingya Eropa menyebutkan pengerahan pasukan tambahan yang berjumlah 500 tentara ke negara bagian Rakhine Myanmar adalah untuk melanjutkan genosida bagi kaum muslim Rohingya.

Ketua Dewan Rohingya Eropa, Hla Kyaw mengatakan, pasukan tersebut berasal dari Divisi Infantri Terang ke-33, yang dikenal sebagai unit militer paling terkenal dalam hal pelanggaran serius hak asasi manusia terhadap komunitas etnis.

Penempatan pasukan tambahan tersebut dirancang untuk membangun kehadiran militer permanen di Rakhine dan juga melanjutkan rencana genosida Rohingya. "Kemajuan genosida Rohingya adalah tujuan utama tentara. Ketidakstabilan di negara bagian Rakhine digunakan sebagai alasan untuk kehadiran tentara yang berat dan permanen di negara bagian Rakhine," ujar Hla Kyaw seperti dilansir Anadolu (15/8).

Ketegangan di Rakhine meningkat setelah pembunuhan tujuh penduduk desa di daerah Maungdaw akhir bulan lalu.

Pemerintah menyalahkan kelompok ekstremis atas pembunuhan tersebut dan mengatakan telah menemukan tempat persembunyian teroris di pegunungan utara Mei Yu di negara bagian tersebut.

Namun, Kyaw mengatakan bahwa pembunuhan tersebut merupakan dalih yang dibuat oleh intelijen militer tingkat tinggi.

"Pertama, intelijen militer menciptakan dalih atau masalah. Kemudian propaganda media negara menyebarkan desas-desus bahwa Rohingya terlibat dalam pembunuhan tersebut tanpa ada bukti atau penyelidikan yang benar," tambahnya.

Puluhan ribu orang Rohingya telah berlindung di kamp-kamp pengungsi di Rakhine sejak kekerasan komunal meletus pada pertengahan 2012. Negara bagian ini menampung sekitar 1,2 juta orang Rohingya, yang telah lama diberi label Bengali yakni sebuah istilah yang menunjukkan bahwa mereka adalah imigran gelap dari Bangladesh.

Baca juga, Aung San Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya.

Meskipun telah tinggal di daerah tersebut selama beberapa generasi, Rohingya telah secara efektif ditolak kewarganegaraannya dengan undang-undang kebangsaan 1982. UU juga membatasi hak-hak dasar seperti kebebasan bergerak.

Pada akhir pekan, demonstrasi Buddhis menyerukan agar badan-badan bantuan internasional keluar dari negara bagian Rakhine. Mereka menuduh kelompok internasional mendukung kelompok militan. Bulan lalu, Program Pangan Dunia mengatakan hampir 226 ribu orang Rohingya berada di ambang kelaparan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement