Rabu 20 Sep 2017 18:46 WIB

Angkatan Laut Cina-Rusia Mulai Latihan di Korea Utara

Rep: MARNIATI ./ Red: Winda Destiana Putri
  Kapal perang Angkatan Laut. Ilustrasi
Foto: M Risyal Hidayat/Antara
Kapal perang Angkatan Laut. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cina dan Rusia telah memulai latihan angkatan laut bersama di perairan dekat perbatasan Rusia-Korea Utara. Dilasir dari Aljazirah, Rabu (19/9), latihan yang dimulai dari pelabuhan Vladivostok di tenggara Rusia, merupakan bagian kedua dari program Cina dan Rusia 'Joint Sea-2017' yang dimulai pada bulan Juni.

Latihan tersebut, mencakup penyelamatan kapal selam dan latihan antikapal selam dan tidak terkait langsung dengan meningkatnya ketegangan di Korea Utara. Latihan ini berlangsung di Laut Jepang dan untuk pertama kalinya di Laut Okhotsk.

Menurut Menteri pertahanan Korea Selatan, Song Young-moo, Korea Selatan dan Amerika Serikat juga melakukan latihan militer di Semenanjung Korea pada hari Senin dengan melakukan latihan pengeboman yang melibatkan enam pesawat AS dan empat jet tempur Korea Selatan.

Latihan gabungan yang diselenggarakan oleh Washington dan Seoul dilakukan dua sampai tiga kali dalam sebulan ini. Ketegangan meningkat di Semenanjung Korea dalam beberapa pekan terakhir, menyusul uji coba nuklir keenam Korea Utara yang paling kuat pada tanggal 3 September.

Dewan Keamanan PBB (DK PBB) memilih dengan suara bulat untuk menjatuhkan sanksi baru kepada Korea Utara pekan lalu setelah sebuah pertemuan pada 11 September dalam menanggapi krisis tersebut. Pyongyang telah mengklaim sanksi baru PBB akan mempercepat program senjata nuklir Korea Utara.

"Langkah yang meningkat dari AS dan pasukannya untuk menjatuhkan sanksi dan tekanan pada Korea Utara hanya akan meningkatkan langkah kita menuju penyelesaian akhir dari kekuatan nuklir negara," ujar sebuah pernyataan di media pemerintah Korea Utara.

Cina dan Rusia telah berulang kali menyerukan solusi damai untuk krisis tersebut. Namun, Nikki Haley, duta besar AS untuk PBB, mengklaim DK PBB kini telah kehabisan pilihan dan memperingatkan masalah tersebut perlu diserahkan ke Pentagon.

"Kami telah kehabisan semua hal yang bisa kita lakukan di Dewan Keamanan pada saat ini. Kami mencoba setiap kemungkinan lain yang kami miliki, tapi ada banyak pilihan militer di atas meja," katanya.

Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara, mengklaim Pyongyang membutuhkan program senjata nuklir untuk mencegah AS menyerang negara yang terisolasi tersebut. AS dan Korea Selatan secara teknis masih berperang dengan Korea Utara karena konflik Korea pada 1950-1953 berakhir dengan sebuah gencatan senjata dan bukan sebuah perjanjian damai.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement