Kamis 30 Jul 2015 19:03 WIB

Israel Bolehkan Pemberian Makan Paksa Tahanan

Salah seorang tahanan Palestina di penjara Israel (ilustrasi).
Foto: Presstv.ir/ca
Salah seorang tahanan Palestina di penjara Israel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV --  Parlemen Israel pada Kamis mengesahkan peraturan yang mengizinkan pemberian makan paksa bagi para tahanan yang tengah melakukan mogok makan jika hidup mereka terancam atau tengah terjangkit penyakit kronis. Juru bicara Knesset mengatakan, peraturan itu bertujuan untuk mencegah tahanan Palestina yang sering menekan Israel dengan aksi mogok makan.

Pada 2014 lalu para tahanan Palestina secara serentak melakukan aksi tersebut sehingga menyebabkan puluhan di antara mereka masuk rumah sakit. Meski undang-undang itu tidak secara spesifik menyebut Palestina, Menteri Keamanan Dalam Negeri Gilad Erdan, mengatakan bahwa hal tersebut penting karena aksi mogok makan dari para teroris di penjara telah menjadi cara untuk mengancam Israel.

"Undang-undang itu hanya akan digunakan jika seorang dokter menyatakan bahwa nyawa atau kesehatan seorang tahanan terancam jika mogok makan diteruskan," kata David Arsalem, anggota Knesset dari Partai Likud.

Meski demikian, sejumlah anggota parlemen dari partai oposisi mengkritik peraturan baru itu. Partai Jaoint List mengatakan bahwa tujuan dari undang-undang baru tidak lain untuk menyiksa tahanan Palestina, dan bertujuan menumpas perjuangan mereka.

Joint List menambahkan bahwa peraturan baru merefleksikan rendahnya komitmen pemerintahan Presiden Benjamin Netanyahu terhadap nilai-nilai demokrasi yang paling penting.

Undang-undang yang sama juga dikritik oleh Asosiasi Medis Israel. Mereka mengingatkan para dokter untuk bertindak sesuai kode atik, dan tidak memberi makan secara paksa yang berlawanan dengan kehendak para tahanan.

Menurut keterangan Asosiasi Hak Warga di Israel, mayoritas warga Palestina yang melakukan aksi mogok makan ditahan karena alasan administratif. Mereka dipenjara selama enam bulan, dan dapat diperpanjang, tanpa proses pengadilan.

Asosiasi Hak Warga, bersama 10 lembaga lain, mengingatkan pada Rabu bahwa tujuan utama undang-undang baru adalah "menhancurkan tubuh dan jiwa para tahanan administratif yang mengajukan protes dengan cara damai."

Kritik juga muncul dari PBB sebelum pengesahan undang-undang. Pelapor khusus PBB untuk penyiksaan Juan Medez dan pelapor khusus untuk kesehatan Dainius Puras mendesak Israel untuk menghentikan legislasi.

"Pemberian makan dengan ancaman dan paksaan terhadap individu, yang memilih untuk memprotes penahanan dengan cara menahan lapar, adalah sebuah tidakan yang tidak manusiawi dan kejam," kata Mendez dalam pernyataan tertulis.

"Cara untuk menghentikan aksi mogok makan bukan dengan memaksa, tetapi dengan menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang diprotes para tahanan, yaitu praktik penahanan administratif," kata Mendez

Menurut keterangan lembaga Layanan Penjara Israel, terdapat satu tahanan administratif dan empat "tahanan keamanan" asal Palestina yang tengah melakukan mogok makan selama lebih dari satu pekan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement