Rabu 29 Mar 2017 09:40 WIB

Anak-Anak Paling Menderita Akibat Konflik di Yaman

Anak-anak di tengah konflik di Yaman.
Foto: reuters
Anak-anak di tengah konflik di Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sementara konflik di Yaman memasuki tahun ketiganya, pejabat senior kemanusiaan PBB menyeru semua pihak dalam konflik tersebut agar berkomitmen pada dialog politik dan menyelesaikan krisis atau resiko kondisi buatan manusia itu tak berujung.

Di dalam satu pernyataan yang dikeluarkan pekan ini, Koordinator Bantuan Darurat PBB dan Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan Stephen O'Brien menegaskan selain merusak ekonomi negeri tersebut, pembunuhan ribuan dan membuat jutaan orang kehilangan rumah, pertempuran itu telah membawa Yaman ke jurang kelaparan.

"Selama kunjungan ketiga saya ke Yaman baru beberapa pekan lalu, saya menyaksikan bukti yang mengerikan dan menakutkan mengenai ancaman kelaparan," kata O'Brien.

Ia menggarisbawahi PBB dan semua mitranya sudah menyediakan bantuan penyelamat nyawa di semua 22 gubernuran di Yaman, dan menjangkau hampir enam juta orang setiap bulan. O'Brien mendesak semua pihak dalam konflik itu agar menciptakan akses kemanusiaan segera, tepat waktu dan tanpa hambatan serta memfasilitasi kegiatan komersial yang penting untuk mengubah kondisi rawan pangan yang meluas dan menjamin kebutuhan dasar rakyat dapat terpenuhi.

Hampir 19 juta warga Yaman, lebih sepertiga penduduk negeri tersebut, memerlukan bantuan kemanusiaan dan, menurut Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan, tujuh juta orang menghadapi kelaparan.

Menurut data yang diabsahkan oleh PBB, dalam satu tahun belakangan saja, jumlah anak kecil yang terbunuh naik dari 900 jadi lebih dari 1.500. Anak-anak yang cedera naik hampir dua-kali lipat dari 1.300 jadi 2.450; anak-anak yang direkrut ke dalam perang mencapai hampir 1.580 dibandingkan dengan 850 anak tahun lalu; dan 212 gedung sekolah diserang, naik dsari 50 tahun lalu.

Selain itu, sistem kesehatan di Yaman berada di ambang keambrukan, sehingga hampir 15 juta lelaki, perempuan dan anak-anak tak memiliki akses ke perawatan kesehatan. Itu semua lebih mengkhawatirkan mengingat wabah kolera dan diare berair akut pada Oktober 2016 terus menyebar, dengan lebih dari 22.500 kasus dugaan dan 106 kematian.

"Perang di Yaman terus merenggut nyawa anak kecil dan masa depan mereka," kata Meritxell Relano, Wakil UNICEF di negara yang dicabik pertempuran tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement