REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI-- Pemimpin Libya Muamar Gaddafi, Rabu (9/3), menuduh Barat cuma ingin merampas minyak Libya dan memperingatkan zona larangan terbang akan jadi bumerang sementara pasukannya menggempur daerah pemrotes, sehingga sejumlah instalasi minyak terbakar.
Pimpinan perusahaan minyak negara Libya itu berkeras kerusakan yang dialami prasarana tak seberapa tapi mengakui hasil pengeboran minyak turun lebih dari dua-pertiga, sementara harga di pasar utama London melonjak 2,56 dolar per barel menjadi 115,62 dolar AS.
"Negara penjajah melahirkan rencana untuk menistakan rakyat Libya, membuat mereka jadi budak dan menguasai minyak," kata Gaddafi melalui televisi negara.
Ia kembali menuduh Al-Qaida berada di belakang pemberontakan yang meletus pada 15 Februari dan menyeru warga Benghazi, pangkalan utama pemrotes, untuk "membebaskan" kota terbesar kedua di Libya itu. Pemerintahnya menawarkan hadiah sebesar 410.000 dolar AS buat orang yang bisa menghasilkan penangkapan Mustafa Abdel Jalil, pemimpin dewan nasional pemberontak yang memproklamasikan diri sebagai wakil tunggal di negara Afrika Utara tersebut di Benghazi, Sabtu (5/3).
Ledakan kuat mengguncang kota kecil yang dikuasai pemrotes, Ras Lanut, di pantai Libya tengah, sehingga memukul mundur pemrotes. Seorang insinyur mengatakan satu pipa saluran telah diledakkan. Satu instalasi minyak juga terbakar di dekat As-Sidra, 10 kilometer lebih ke barat meskipun bos National Oil Corp Shukri Ghanem meremehkan pentingnya peristiwa tersebut.