Sabtu 30 Mar 2019 12:10 WIB

Parlemen Inggris Tolak Kesepakatan Brexit May Ketiga Kalinya

Uni Eropa sudah memberikan perpanjangan waktu sampai 12 April.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolanda
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan 'Leave means leave' di Patung Winston Churchill di London, Jumat (29/3). Demonstran pro Brexit melakukan aksi usai keputusan Uni Eropa yang menunda eksekusi Brexit.
Foto: AP Photo/ Kirsty Wigglesworth
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan 'Leave means leave' di Patung Winston Churchill di London, Jumat (29/3). Demonstran pro Brexit melakukan aksi usai keputusan Uni Eropa yang menunda eksekusi Brexit.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Parlemen Inggris menolak kesepakatan Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May untuk ketiga kalinya. Menciptakan kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa itu akan tertunda dalam waktu yang lama atau keluar dengan tanpa kesepakatan atau no-deal. 

Legislator di House of Commons menghalangi upaya May untuk mengakhiri kebuntuan politik yang membawa Inggris ke dalam krisis. Dilansir dari Gulf News, Sabtu (30/3) kesepakatan May kali ini dikalahkan dengan perbandingan 344-286.

Baca Juga

Ini pukulan terbaru untuk perdana menteri yang sudah kehilangan kekuasaan atas pemerintah dan proses Brexit. Terutama, setelah ia menawarkan untuk mengundurkan diri. 

Sebelumnya direncanakan Britania keluar dari Uni Eropa pada hari Jumat (29/3) kemarin. Namun karena krisis politik dengan parlemen pada pekan lalu May meminta pemimpin-pemimpin Uni Eropa untuk menundannya beberapa pekan. 

Kini ia harus kembali menjelaskan apa yang akan dilakukan pemerintah Inggris selanjutnya. Ada spekualasi Uni Eropa akan melakukan pertemuan darurat pada 10 atau 11 April mendatang. 

Uni Eropa sudah memberikan perpanjangan waktu sampai 12 April. Memberikan Inggris dua kemungkinan; pertama keluar tanpa kesepakatan atau sepakatan untuk memperpanjang tenggat waktu agar mereka bisa melakukan pendekatan baru. 

May mengatakan ia 'tak terima' jika meminta rakyat Inggris ikut ambil bagian dalam pemilihan Parlemen Uni Eropa. Setelah tiga tahun yang lalu mereka memilih untuk keluar dari blok itu. 

Sementara itu 'no-deal' dapat menciptakan kegagalan hukum. Parlemen Inggris berulang kali menentang kemungkinan tersebut. Mereka khawatir no-deal membawa Inggris kedalam bencana karena memutuskan hubungan dengan mitra dagang terdekat tanpa rencana yang jelas. 

Tidak sepakatnya Parlemen Inggris membuat perekonomian terbesar kelima di dunia itu dalam ketidakpastiaan. Para pemimpin-pemimpin bisnis dan serikat dagang memperingatkan adanya 'darurat nasional'. 

Parlemen Inggris terpecah menjadi dua kelompok. Banyak diantara mereka yang gelisah dan marah. May juga menyalahkan parlemen. Tapi mereka menyerang balik dengan mengatakan May tidak bersedia untuk mengubah kesepakatan yang telah diajukan sebelumnya. 

"Dia sejujurunya, tidak bisa memerintah, entah itu mendengarkan dan mengubah arah atau pergi," kata ketua oposisi dari Partai Buruh Jeremy Corbyn. 

Bosan menunggu pada pekan ini Parlemen Inggris memberikan mereka kekuasaan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Yaitu untuk melakukan pemungutan suara dalam memutuskan masa depan Inggris dengan Uni Eropa. 

Pada Rabu lalu proposal bea cukai hampir lolos di putaran pertama seperti pemungutan suara untuk menggelar referendum atas kesepakatan May. Rencananya pemungutan suara akan kembali dilakukan pada hari Senin dan Rabu pekan depan.

Risiko adanya kemungkinan parlemen akan memperkuat hubungan dengan Uni Eropa atau memutusnya sama sekali menjadi fokus utama pendukung Brexit. Di sisi lain para pendukung Brexit juga tidak bersedia mendukung kesepakatan May. 

Beberapa pihak menolak tawaran May untuk mengundurkan diri. Salah satu Partai Irlandia Utara sekutu partai pengusung May, Partai Persatuan Demokratik. Menurut mereka kesepakatan perbatasan dengan Irlandia setelah Brexit tidak dapat diterima.  

"Kami tidak siap untuk melihat posisi konstitusi kami di ubah Brussel karena mereka kesal kami berani meninggalkan Uni Eropa," kata anggota parlemen Sammy Wilson, dari Partai Irlandia Utara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement