Ahad 22 Jan 2017 12:01 WIB

Trump Serang Media

Rep: Puti Almas/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden AS Donald Trump
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang menyerang sejumlah media, Sabtu (21/1). Di hari pertamanya menjabat sebagai pemimpin negara itu, ia mengatakan bahwa banyak jurnalis yang membuat berita palsu untuk menjatuhkan citra dirinya.

Ia mengatakan, wartawan menjadi salah satu di antara orang-orang paling tidak jujur di dunia. Bahkan, Trump membantah foto-foto yang memperlihatkan tidak banyak yang datang saat pelantikan dirinya yang beredar melalui media sosial. Miliarder itu mengklaim sebanyak 1,5 juta orang datang mengahdiri acara itu pada Jumat (20/1) lalu.

Melalui sekretaris pers Gedung Putih, Sean Spicer, Trump menyampaikan peringatan terhadap wartawan yang dinilai menabur upaya perpecahan AS. Ia tidak segan untuk memberikan hukuman terhadap mereka yang melakukan hal itu.

Spicer menjelaskan bahwa sejumlah media secara sengaja memperlihatkan foto seolah kerumunan orang yang datang saat pelantikan Trump sedikit. Kemudian, dibandingkan dengan saat inagurasi mantan presiden AS Barack Obama empat tahun lalu.

Dilansir The New York Times, ini adalah sebuah langkah mencolok dari seorang presiden di awal kepemimpinannya. Biasanya, di hari pertama pemimpin AS bekerja, ia berupaya untuk membangun sebuah kepercayaan dan memperlihatkan keinginan untuk persatuan nasional.

Trump juga mengatakan bahwa ia sangat mendukung badan intelijen AS (CIA). Menurut dia, wartawan bertanggung jawab atas pemberitaan yang mengatakan bahwa dirinya tidak bersikap demikian.

"Saya memiliki sebuah perang yang berjalan dengan media. Mereka adalah salah satu  tempat manusia yang tidak jujur di muka bumi dan membuat seolah aku dan CIA bersiteru," ujar Trump.

Ia sebelumnya mengkritik CIA atas kesimpulan badan intelijen itu mengenai kemenangannya dalam pemilu 8 November 2016 lalu. Trump mengatakan, jika ada kebocoran yang disampaikan kepada publik maka ini adalah hal sangat buruk, seolah warga AS berada di zaman Nazi Jerman pada Perang Dunia II.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement