Rabu 24 Aug 2011 10:05 WIB

Serba-Serbi Qadafi, Sempat Diincar Oleh Dinas Rahasia Inggris

Foto terbaru Gaddafi yang diambil kemarin
Foto: Al Jazeera
Foto terbaru Gaddafi yang diambil kemarin

REPUBLIKA.CO.ID, Kolonel muda, Muammar Qadafi, naik tahta jadi pemimpin Libya. Sebuah negara yang sebelumnya dijajah oleh Italia. Qadafi, sejak 1970-an, membuat rakyat Libya menikmati pendidikan bebas, perawatan kesehatan gratis, dan angkutan serta perumahan bersubsidi, dengan bantuan sumber minyak negeri itu, yang berlimpah, dan penduduknya --yang sedikit.

Sementara itu, ia memberlakukan hukum pemerintahan yang ketat, dan melarang judi serta alkohol, dan memulai sistem ajaran agama di negeri tersebut. Kota besar seperti, Tripoli --ibu kota negeri itu, mulai dihiasi hotel dan gedung baru, dan mengubahnya jadi tujuan wisata serta mengundang pengusaha dari seluruh dunia.

Namun semua upaya tersebut terbukti tak cukup untuk mempercepat dan meragamkan pertumbuhan di negeri itu hingga cukup luas, sebab Qadafi dilaporkan melumpuhkan serikat pekerja independen dan organisasi utama masyarakat selain partai politik. Ia menghancurkan semua aparat negara dan mulai mengendalikan negerinya dengan kekuasaan lebih besar daripada kekuasaan seorang presiden.

Tak mau tunduk

Bagi Qadafi, protes tak boleh dibiarkan menjadi tantangan. Pria kelahiran Sirte 1942 dan prajurit seumur hidup itu telah lolos dari sejumlah pertempuran dengan negara lain seperti Chad dan Uganda pada 1980-an. Ia juga lolos dari sejumlah rencana pembunuhan termasuk satu upaya pada 1996, yang diduga dilakukan oleh Dinas Rahasia Inggris, setelah lama hubungan kedua negara terputus, yang dipicu oleh terbunuhnya seorang wanita polisi Inggris oleh diplomat Libya pada 1984.

Selain itu, ia juga sangat terkenal karena pembangkangannya, setelah pemboman Desember 1988 terhadap satu pesawat di wilayah udara Lockerbie, Skotlandia, yang melibatkan warga negara Libya.

Peristiwa tersebut, yang menewaskan 270 orang --sebanyak 189 di antara mereka adalah warga negara Amerika, dipandang sebagai salah satu dari serangkaian aksi kekerasan responsif pada 1980-an antara Amerika Serikat dan"kelompok pelaku teror yang ditaja negara" di wilayah itu.

Qadafi menolak untuk menyerahkan tersangka pembom pesawat tersebut sampai 1999. Pada 2003, Libya secara resmi mengaku bertanggung jawab atas pemboman itu, tapi tak pernah menyampaikan permintaan ma'af atas serangan tersebut.

Pada 2009, ketika satu-satunya tersangka pelaku pemboman Lockerbie, Abdel Basset al-Megrahi, dibebaskan dari penjara Skotlandia dengan dasar kemanusiaan, Qadafi menyambut dia di bandar udara. Tindakan itu kembali membuat geram Washington.

Namun belakangan, Qadafi menilai-ulang situasi dan membuat kompromi, terutama setelah bertahun-tahun Libya dirundung sanksi oleh negara Barat serta PBB pada 1990-an. Pada 2001, untuk menyelamatkan kehidupan politiknya, Qadafi dengan cepat bangkit dan mencela serangan 11 September di Amerika Serikat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement