Selasa 07 Jul 2015 03:50 WIB

Upaya Pemerintah Cina Menghapus Identitas Islam Xinjiang

Imam masjid melaksanakan azan di masjid terbesar kedua di wilayah Xinjiang.
Foto:

Republik baru yang didukung Soviet ini memulai revolusinya di tiga distrik di utara Xinjiang, yaitu Ili, Tarbaghatai, Altai. Tapi, pada 1945, dukungan itu berakhir setelah Cina meneken perjanjian persahabatan dengan Uni Soviet.

Kuomintang kemudian membujuk para petinggi Republik Turkistan Timur yang masih memiliki pasukan untuk bekerja sama. Beberapa petinggi Uighur ditunjuk sebagai penasihat di Xinjiang, termasuk Ehmetjan Qasim, sebagai wakil ketua di Provinsi Xinjiang.

Pada Juli 1949, Partai Komunis yang dipimpin Mao Zedong, mengambil alih Cina. Kuomintang dan Chiang Kai-shek kemudian hengkang ke Taiwan. Dan, pada 17 Agustus 1949, Partai Komunis Cina mengirim Deng Liqun bernegosiasi dengan Republik Turkistan Timur di Ghulja.

Mao Zedong juga mengundang petinggi Republik Turkistan Timur ambil bagian dalam konferensi rakyat. Soviet pun membujuk para pemimpin Republik Turkistan Timur untuk bekerja sama dengan PKC. Saat itu, sudah ada kerja sama nuklir Soviet-Cina.

Soviet membujuk delegasi Republik Turkistan Timur meneruskan negosiasi langsung dengan menemui Stalin, sebelum ke Beijing. Tapi, pada 24 Agustus 1949, delegasi petinggi partai itu, Ehmetjan Qasimi, Abdulkerim Abbas, Ishaq Beg, Luo Zhi, Dalelkhan Sugir bayev, dan para pendampingnya, naik pesawat di Alma-Ata, Kazakhstan, untuk menuju Beijing dan bernegosiasi dengan Mao.

Tapi, pesawat malah dibelokkan ke Moskow, dan kemudian dilaporkan mengalami kecelakaan. Pada 1991, sejumlah bekas jenderal KGB, mengatakan para petinggi Republik Turkistan Timur dibunuh atas perintah Stalin pada 27 Agustus 1949, setelah tiga hari ditahan di Moskow. Rabiya Kadir, yang kini Presiden Kongres Uighur Dunia, merupakan anak salah seorang pendukung Republik Turkistan Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement