Selasa 02 Feb 2016 13:44 WIB

Di Balik Meledaknya Industri Busana Muslim Global

Rep: Gita Amanda/ Red: Ani Nursalikah
The Abaya dari Dolce & Gabbana
Foto:
Busana Muslimah Australia

Hari ini menurut laporan global mengenai ekonomi Islam tahun 2015-2016, konsumen Muslim menghabiskan sekitar 230 miliar dolar AS untuk pakaian. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat hingga 327 miliar dolar AS pada 2019. Jumlah tersebut lebih besar daripada gabungan pasar pakaian Inggris (107 miliar dolar AS), Jerman (99 miliar AS) dan India (96 miliar AS) saat ini.

Orang di balik studi ini, Rafi-Uddin Shikoh, mengatakan secara keseluruhan pembelian pakaian oleh konsumen Muslim tak langsung diterjemahkan sebagai busana Muslim. "Tapi ada sejumlah penggerak yang memperkirakan industri fashion tradisional akan tumbuh melampaui angka-angka," ujarnya.

Menurut Shikoh ada sejumlah poin penting mengapa industri pakaian Muslim akan lebih berkembang di negara mayoritas Muslim. Pertama pentingnya agama dalam kehidupan masyarakat. Dibandingkan di Eropa, di mana hanya satu dari tiga responden yang menganggap agama penting, di sebagian besar negara Muslim 88 persen populasi mendefinisikan agama sebagai hal yang sangat penting.

Kedua masalah demografi. Usia rata-rata Muslim di negara-negara mayoritas Muslim sekitar 30 tahun. Sedangkan di Eropa dan AS sekitar 44 tahun. Ini sangat penting karena daya beli konsumen muda cenderung tumbuh selama bertahun-tahun.

Penggerak ketiga adalah ekonomi. Produk domestik bruto negara-negara mayoritas Muslim diproyeksi tumbuh rata-rata 5,4 persen per tahun dibanding dengan Eropa dan AS yang hanya 3,4 persen. Terakhir, diperkirakan pada 2030 sekitar 29 persen populasi global akan memeluk agama Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement