Rabu 31 Aug 2016 23:06 WIB

Jual Warga Rohingya, Sunand Divonis 35 Tahun Penjara

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Teguh Firmansyah
Rohingya
Foto: AsiaNews
Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID,   BANGKOK – Pengadilan Thailand menjatuhkan hukuman 35 tahun penjara kepada pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Sunand alias Ko Mit Saengthong, pada Rabu (31/8). Selain itu, Sunand juga dijatuhi denda sebesar 660 baht (setara 19 ribu dolar AS).

Pelaku tersebut diketahui telah menjual lima orang etnis Rohingya asal Myanmar. Selain TPPO, Sunand juga didakwa telah melakukan perbudakan.

Kasus ini bermula pada 11 Januari 2015. Kala itu, kepolisian setempat menyetop lima kendaraan di distrik Hua Sai, Provinsi Nakhon Si Thammarat. Dari penggeledahan, polisi mendapati 98 orang Rohingya dalam keadaan sangat mengenaskan.

Sebanyak 42 orang di antaranya adalah anak-anak. Satu orang bahkan diketahui sudah meninggal dalam perjalanan. Semuanya tampak begitu kurus dan lemah.  Berdasarkan hasil penelusuran data ponsel supir kendaraan itu, Sunand terlacak dan tak lama kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam pengusutannya, aparat kepolisian Thailand lantas menemukan tenda pengungsian di tengah rimba, kuburan massal, dan jaringan internasional TPPO.

“Kami sebelumnya tak menyangka hakim akan menghukum pelaku seberat ini, 35 tahun penjara. Vonis hakim di atas harapan kita,” kata Janjira Janpaer kepada Reuters, Rabu (31/8).

Janpaew merupakan aktivis hak asasi manusia (HAM) yang mengawasi pengusutan kasus ini. Dia mengapresiasi putusan majelis hakim Thailand.

Dalam konteks itu, dua pelaku lainnya yakni Suriya Yodrak dan Warachai Chadathong juga terbukti bersalah lantaran menyelundupkan orang asing ke Thailand.

Berbeda dengan Sunand, keduanya dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Pengadilan bahkan mengurangi masa hukuman Suriya menjadi enam bulan.

Baca juga, Dalai Lama Gemas dengan Sikap Suu Kyi Terhadap Kasus Rohingya.

Sebagai informasi, etnis Rohingya yang mayoritasnya Muslim hingga kini mendapatkan diskriminasi yang begitu keras di Tanah Airnya, Myanmar.  Bahkan, otoritas Myanmar tak mau mengakui Rohingya sebagai warga negara Myanmar, sehingga mereka berstatus stateless.

Pada 2012 lalu, terjadi kekerasan atas nama agama di Myanmar. Puluhan ribu orang mati-matian berupaya melarikan diri ke Malaysia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement