REPUBLIKA.CO,ID, NOGALES - Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS dan rencananya untuk menindak imigrasi ilegal sangat meresahkan warga Meksiko. Sekelompok laki-laki yang ada di pusat penampungan migran El Comedor, di Kota Nogales, Negara Bagian Sonora, Meksiko, bahkan ada yang memutuskan untuk membatalkan perjalanan
Bagi kebanyakan warga Amerika Tengah yang miskin, bermigrasi ke AS merupakan salah satu pilihan hidup. Meski sangat berisiko, mereka memiliki harapan tinggi untuk mendapat kehidupan yang lebih baik di Amerika Utara.
Namun hal itu tidak berlaku lagi bagi Juan Alberto Lopez (25 tahun). Prospek hidup lebih baik di negara adidaya tidak lagi menggiurkan setelah Trump terpilih menjadi presiden. Ia tidak ingin kembali memberanikan diri menyeberangi perbatasan Arizona.
"Sekarang semuanya berubah," ujar Lopez dengan tatapan sedih.
Lopez berasal dari daerah miskin di negara bagian Chiapas, di selatan Meksiko. Dia tinggal selama dua tahun di Arizona dan Utah, dan bekerja di sebuah perusahaan konstruksi sebelum dideportasi pada Januari lalu.
Ia berencana untuk kembali ke AS jika Hillary Clinton terpilih sebagai Presiden AS. Akan tetapi harapannya pupus, di bawah kebijakan Trump, Lopez bisa menghadapi dua tahun hukuman penjara jika kembali ke AS setelah dideportasi.
"Mereka akan menahan semua imigran. Lebih baik tinggal di sini dengan keluarga dan bahagia," jelasnya, yang mengaku akan mencari pekerjaan di Nogales.
Selama kampanye, Trump berjanji akan mendeportasi jutaan imigran ilegal dari AS. Ia juga akan membangun tembok perbatasan Meksiko-AS dan meminta Meksiko mengeluarkan dana untuk pembangunan tembok itu.
Rencana Trump tersebut membuat ratusan warga Meksiko berbondong-bondong memasuki Amerika sebelum pemilu diselenggarakan. Ada pula warga yang menyerah dan memilih untuk tetap tinggal di Meksiko, seperti Lopez.
Selama tahun fiskal 2016, yang berakhir pada September, jumlah warga Meksiko yang ditahan di sepanjang perbatasan tercatat sebanyak 408 ribu. Jumlah tersebut meningkat sebesar 23 persen dibandingkan dengan 2015.
Wakil Menteri Dalam Negeri Meksiko untuk Migrasi, Humberto Roque Villanueva, mengatakan, ia memperkirakan gelombang migran akan mencapai puncaknya pada 2016. Setelah itu Trump akan meningkatkan kebijakan deportasi yang telah terlebih dahulu diterapkan Presiden Barack Obama.
"Radikalisasi kebijakan imigrasi Amerika Utara akan muncul," kata Roque Villanueva.