REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rusia meminta Korea Utara (Korut) dan Amerika Serikat (AS) menghentikan segala aktivitas yang dapat meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea. Hal ini dinyatakan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin ketika menggelar pertemuan pers di kediamannya di Kuningan pada Rabu (23/8).
Galuzin mengungkapkan, posisi negaranya terkait krisis di Semenanjung Korea sangat jelas dan bertanggung jawab. "Kami sangat mengutuk percobaan misil dan nuklir yang dilakukan Korut dan kami berpendapat bahwa aktivitas nuklir mereka harus dihentikan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB," ujarnya.
Namun pada saat yang sama, Rusia, kata Galuzin, sangat mengkritik kebijakan AS dan sekutunya di Semenanjung Korea. Dalam hal ini, AS, ucapnya menerangkan, seperti memanfaatkan isu nuklir Korut untuk memprovokasi dengan menggelar latihan militer gabungan di kawasan tersebut.
Kendati latihan militer AS tak melanggar hukum internasional, namun Galuzin berpendapat, tindakan tersebut sebaiknya dihindari.
"Kita harus menganalisa sistuasi ini tidak hanya dalam batasan formal tentang apa itu legal dan apa itu ilegal. Tapi kita harus menganalisa situasi ini tentang apa yang dibutuhkan untuk mengurangi ketegangan dan menghindari konflik," katanya.
Oleh sebab itu, Rusia berharap Korut dan AS dapat menghentikan segala aktivitas yang dapat memperuncing situasi di Semenanjung Korea. "Sebab setiap demonstrasi perang oleh Korut atau AS dan sekutunya, sama-sama berbahaya bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut," ucap Galuzin.
Rusia sendiri, kata dia, tetap berupaya untuk menyelesaikan krisis Korut dengan cara damai. "Kami tetap bersikeras pada upaya damai dan politik untuk menangani isu nuklir (Korut) ini," ujarnya.
Saat ini, AS dan Korea Selatan tengah menggelar latihan militer gabungan bertajuk Uli Freedom Guardian (UFG). Latihan yang dilakukan sejak 21 Agustus dan akan berakhir pada 31 Agustus mendatang ini melibatkan sekitar 17ribu tentara AS dan 50 ribu tentara Korea Selatan.
Korut mengecam keras latihan militer tersebut. Menurut mereka latihan militer itu merupakan ungkapan permusuhan yang paling eksplisit terhadapnya