Rabu 06 Sep 2017 10:51 WIB

OKI Kecam Kekerasan Terhadap Rohingya

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agus Yulianto
Organisasi Kerja Sama Islam (OIC).
Organisasi Kerja Sama Islam (OIC).

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Organisasi Kerjasama Islam (OKI) melalui Komisi Hak Asasi Manusia Independen (IPHRC) telah mengecam keras tragedi kemanusiaan yang menimpa komunitas Rohingya di Rakhine, Myanmar. OKI menyebutnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Dilansir Arab News, Selasa (5/9), IPHRC meminta semua negara anggota OKI, terutama negara-negara tetangga, untuk mendesak Myanmar menegakkan kewajubannya, yakni melindungi hak asasi minoritas.  Komunitas internasional juga diminta terus menyuarakan keprihatinan mereka di semua forum internasional. Termasuk di Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan Dewan Keamanan.

IPHRC mengatakan, akan terus mengikuti perkembangan situasi komunitas dengan mayoritas Muslim ini. Selain itu, mencari peluang untuk berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk mengurangi penderitaan mereka.

Komisi HAM OKI tersebut juga menegaskan, kembali perlunya penyelidikan independen terkait apa yang terjadi di Myanmar. Myanmar didesa untuk mengizinkan kunjungan para pencari fakta.

OKI juga mendesak agar diizinkan mendirikan kantor untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan di Rakhine. Menurut pemberitaan, PBB memperkirakan 60 ribu orang Rohingya telah melarikan diri Rakhine karena meningkatnya kekerasan dan pembunuhan massal di Myanmar.

Aksi pembakaran yang diklaim sebagai operasi keamanan oleh otoritas Myanmar baru-baru ini, membuat Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh. Para pengungsi ini menyampaikan perlakuan buruk terhadap warga sipil termasuk penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan.

Sekitar 27 ribu orang telah menyeberang ke Bangladesh sejak Jumat, dan 20 ribu lainnya tetap terjebak di antara kedua negara.

Organisasi hak asasi manusia PBB dan internasional telah memperingatkan kondisi ini sangat kritis. Jika tidak ditangani dengan benar maka komunitas akan terpecah secara politis dan ekonomi. Mereka akan menjadi semakin rentan terhadap radikalisasi dan perekrutan oleh ekstremis.

Program Pangan Dunia PBB (WFP) telah menghentikan pekerjaan bantuan di Rakhine, dengan alasan masalah keamanan. Penangguhan tersebut akan mempengaruhi 250 ribu orang. Ratusan ribu orang kini dilaporkan tidak bisa mengakses makanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement