REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Myanmar menolak pemeriksaan yang akan dilakukan oleh United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) terkait ranjau di jalur pengungsian Etnis Rohingya. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen, Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, pemerintah Myanmar bersikukuh ranjau tersebut sudah ada sejak lama, dan tidak untuk memusnahkan Rohingya.
"Mereka mengatakan sudah ada (sudah lama), tetapi mereka menolak dari UNHCR melakukan investigasi apakah benar ranjau ini sejak dulu atau baru sekarang. Myanmar menolak untuk itu," ujar dia selepas menerima delegasi UNHCR di Gedung Nusantara III, Selasa (12/9).
Nurhayati menjelaskan, pada tahun 2016 lalu, DPR-RI pernah bersurat pada Parlemen Myanmar. Surat peringatan kekerasan tersebut, dibalas oleh Parlemen Myanmar dan mengatakan sudah membentuk tim investigasi yang langsung dibentuk oleh Presiden Myanmar. "Tetapi kenyataan (persekusi) ini terulang kembali," jelas dia.
Sikap Myanmar tersebut, menurut Nurhayati, merupakan sebuah kesombongan dan arogansi terhadap peringatan-peringatan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia. "(Padahal) negara Indonesia banyak sekali membantu mereka ketika krisis," ucap dia.