Senin 23 Oct 2017 20:42 WIB

Bangladesh Minta Myanmar Terima Kembali Rohingya

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
 Tentara Bangladesh memeriksa seorang pengungsi Muslim Rohingya yang menggendong anaknya yang sakit, sebelum mengizinkannya masuk menuju kamp pengungsian di Palong Khali, Bangladesh (Ilustrasi)
Foto: AP/Dar Yasin
Tentara Bangladesh memeriksa seorang pengungsi Muslim Rohingya yang menggendong anaknya yang sakit, sebelum mengizinkannya masuk menuju kamp pengungsian di Palong Khali, Bangladesh (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GENEVA -- Bangladesh mengaku sudah tidak sanggup menampung pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke negara tersebut. Saat ini hampir satu juta pengungsi Rohingya telah melarikan diri dari kekerasan di Myanmar Agustus lalu.

Duta besar Bangladesh untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Shameem Ahsanmeminta meminta Myanmar untuk membiarkan Rohingya kembali ke Myanmar. "Ini adalah eksodus terbesar dari satu negara sejak genosida Rwanda pada 1994. Meski mengklaim sebaliknya, kekerasan di negara bagian Rakhine belum berhenti. Ribuan masih masuk setiap hari," ujar Shameem Ahsan, pada sebuah konferensi pleno PBB di Jenewa.

Menurut Ahsan, menteri dalam negeri Bangladesh berada di Yangon pada Seninuntuk melakukan pembicaraan dan menemukan solusi dari masalah ini. Dia mengatakan, permasalahan ini semakin dipersulit dengan sikap Myanmar yangterus mengeluarkan propaganda dan memproyeksikan Rohingya sebagai imigranilegal dari Bangladesh. "Penyangkalan identitas etnis Rohingya secara terang-terangan tetapmenjadi sandungan," kata Ahsan.

Myanmar menganggap Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan, meskipun kehadiran keluarga mereka di negara tersebut telah berlangsung selama beberapa generasi.

Sementara itu, Ratu Yordania mengunjungi kamp pengungsian Rohingya pada Senin (23/10) dan meminta tanggapan yang lebih dari masyarakat internasionalmengenai penderitaan orang Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh untuk lolos dari penganiayaan sistematis di Myanmar.

"Kita harus bertanya, mengapa keadaan kelompok minoritas Muslim ini diabaikan? Mengapa penuntutan sistematis telah diizinkan untuk bermain terlalu lama?" katanya setelah berkeliling ke kamp-kamp.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengajukan banding sebesar 434 juta dolar AS untuk memberikan bantuan dan menyelamatkan jiwa 1,2 juta orang selama enam bulan. "Kami membutuhkan lebih banyak uang untuk mengimbangi kebutuhan yangsemakin ketat. Ini bukan krisis yang terisolasi, ini adalah putaran terakhirdalam siklus penganiayaan, kekerasan dan pemindahan yang berlangsung puluhantahun," kata kepala kemanusiaan PBB, Mark Lowcock.

Ia mengatakan, anak-anak, wanita, dan pria yang melarikan diri dariMyanmar ke Bangladesh menderita trauma dan kemiskinan. "Kami menilai kami memiliki janji sekitar 340 juta dolarAS" kata Lowcock.

Janji baru termasuk 30 juta euro yang diumumkan oleh Uni Eropa, 15 juta dolar AS oleh Kuwait, 10 juta dolar Australia oleh Australia dan 12 juta pound dari Inggris.

Dia mengulangi permintaan PBB agar Myanmar mengizinkan akses kemanusiaan penuh di Rakhine di mana lembaga bantuan telah ditolak masuk. Menurut Lowcock, Myanmar harus menjamin hak atas pengembalian yang aman, dan bermartabat sehingga Rohingya dapat hidup dalam damai dengan hak asasi mereka yang dijunjung tinggi di Rakhine.

Sebanyak 600 ribu Rohingya telah melewati perbatasan sejak 25 Agustus, ketika serangan pemberontak terhadap pos keamanan disambut oleh serangan balasan oleh tentara Myanmar di negara bagian Rakhine. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut tindakan militer Myanmar sebagai pembersihan etnis.

"Saya meminta pemerintah mengakhiri operasi militernya yangkejam, dengan pertanggungjawaban atas semua pelanggaran yang telah terjadi, danmembalikkan pola diskriminasi yang meluas terhadap populasi Rohingya. Situasinya tampak sebagai contoh buku teks tentang pembersihan etnis," kata Pejabat Dewan HAM PBB Zeid Ra''ad al-Hussein.

Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali menuduh pemerintah Myanmar melakukan pembunuhan massal melawan Rohingya. Pernyataan Ali mencerminkan frustrasi yang kuat dari Dhaka mengenai masuknya pengungsi Rohingya yang terus-menerus.

Sementara Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan, AS mengetahui nama pemimpin militer Myanmar yang bertanggung jawab atas tindakan kerasnya terhadap minoritas Muslim Rohingya.

"Kami benar-benar memegang nama kepemimpinanmiliter yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan Amerika Serikat sangatprihatin" dengan situasi yang menimpaRohingya," kata Tillerson.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement