Selasa 05 Dec 2017 16:03 WIB

Dibunuh Houthi, Saleh Gagal Jalankan Tekad Akhiri Perang Yaman

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Ali Abdullah Saleh
Foto: Reuters
Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.

Pada awal 2015, pemberontak mencoba mengambil alih seluruh negeri, yang akhirnya memaksa Hadi untuk melarikan diri ke Arab Saudi, tempat dia berada hingga saat ini.

Arab Saudi menganggap Houthi sebagai ancaman dan memberi mereka label sebagai organisasi teroris. Riyadh juga khawatir situasi di Yaman bisa menjadi kesempatan bagi Iran untuk memperluas pengaruhnya.

Iran membantah hal itu, tapi tentu tidak menghentikan Arab Saudi untuk membentuk aliansi militer dari 10 negara untuk menargetkan Houthi. Pada Maret 2015, koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi memulai serangan udara, yang diberi kode Operation Decisive Storm.

Menurut Arab Saudi, koalisi tersebut bertujuan untuk mengalihkan operasi militer ke proses politik untuk memulihkan pemerintahan Hadi. Namun, koalisi sejauh ini tidak berhasil merebut bagian utara Yaman, termasuk ibu kota Sanaa dari kendali Houthi.

Amerika Serikat (AS) mendukung koalisi tersebut namun tidak bergabung dalam aksi militer langsung. Peran Washington difokuskan pada penyediaan logistik dan dukungan intelijen untuk serangan udara koalisi.

Sementara itu, militan Alqaidah di semenanjung Arab dan ISIS memanfaatkan kekacauan tersebut dengan merebut wilayah selatan Yaman. Mereka meningkatkan serangan di Aden yang dikendalikan pemerintahan sah Yaman.

Setelah 33 bulan berlalu, kombinasi serangan udara yang dipimpin Arab Saudi dengan pengepungan angkatan laut dan darat, memuat Yaman mengalami krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Warga sipil menanggung beban perang dan sedikitnya 10 ribu orang telah terbunuh sejauh ini.

Tujuh juta warga Yaman menghadapi kelaparan, dan 18,8 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Harga minyak goreng melonjak, sementara obat-obatan dan bahan bakar tidak mencukupi.

Menurut Komite Internasional Palang Merah (ICRC), 2,5 juta orang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan satu dari setiap 12 orang mengalami gizi buruk.

Perang tersebut juga telah mengungsikan 3,3 juta orang sejak awal.

Dengan tidak adanya kemajuan signifikan di medan perang, situasi Yaman menghadapi kebuntuan. Terlebih aliansi Saleh dan Houthi mulai terpecah, keduanya saling curiga terhadap motif masing-masing namun dipersatukan oleh pertempuran melawan koalisi pimpinan pro-Hadi.

Pada Sabtu (2/12), Saleh secara terbuka mengatakan dia bersedia untuk melakukan pembicaraan dengan Arab Saudi untuk menghentikan pertempuran dan mengakhiri blokade di Yaman. "Kami akan membuka halaman baru untuk mereka, sebuah dialog baru. Apa yang terjadi di Yaman sudah cukup," katanya.

"Kami bersumpah kepada saudara-saudara dan negara tetangga kami, setelah ada gencatan senjata dan blokade dicabut, kami akan mengadakan dialog langsung melalui otoritas sah yang diwakili oleh parlemen kami," ujar Saleh, dikutip aljazirah.

Tekad Saleh untuk mengakhiri perang Yaman berakhir pada Senin (4/12), saat ia terbunuh di dekat Sanaa. Sumber Houthi mengatakan Saleh dibunuh oleh para pemberontak dengan menggunakan granat berpeluncur roket dan tembakan ke mobilnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement