Jumat 22 Dec 2017 12:15 WIB

Kisah Pelecehan Seksual Anak oleh Christian Brothers di Ballarat

Kongregasi Christian Brothers di gereja Katolik St Patrick tahun 1938. Brother terakhir meninggalkan asrama ini di 2016.
Foto:

Gambaran kekuasaan dan kontrol

Secara keseluruhan, para brother tersebut mengoperasikan enam sekolah di Keuskupan Katolik Ballarat, namun 61 persen laporan pelecehan seksual terjadi di sekolah St Alipius.

Christian Brothers house
Asrama Christian Brothers pada abad 19 di Ballarat. Ordo ini bermula di Australia dengan segelintir mirgan Irlandia yang bertekad menyediakan pendidikan bagi anak-anak miskin.

Supplied: St Patrick's College, Ballarat

Pada akhir 1990-an, ordo tersebut menugaskan salah satu brother untuk meneliti prevalensi pelecehan anak-anak di lembaga keagamaan tersebut. Diajukan dalam pemeriksaan komisi khusus, penelitian ini berisi beberapa pengakuan yang tidak disampaikan dalam pemeriksaan.

Dalam bab berjudul The Nature of Child Abuse, penulis laporan internal ini melukiskan gambaran kekuasaan dan kontrol yang menakutkan. "Kami menjalankan sekolah kami, kami membuat peraturan, kami mengharapkan orang menaatinya. Semuanya sesuai persyaratan kami ... Kami menjalankan sistem tertutup yang tidak tunduk pada pemeriksaan publik secara formal," jelasnya.

"Ini sangat penting, karena dinamika akibatnya secara prinsip menyerupai potensi keluarga incest," tambahnya.

Penulis laporan internal melanjutkan: "Beberapa individu brother menyalahgunakan posisi mereka dengan menggunakan kekuasaan atas anak-anak dalam bentuk pelecehan emosional, fisik dan seksual."

Para pengikut ordo direkrut sejak masih remaja yang masih naif akan masa depan mereka. "Ada sikap yang sangat mengganggu terkait seksualitas dan keintiman di dalam gereja," tulis Graham English kepada komisi khusus. Dia menjadi seorang brother di tahun 1960 pada usia 15 tahun.

"Dari saat kita masuk ... kita dilarang memiliki 'teman tertentu'. Mereka takut dengan homoseksualitas saya yakin, tapi hal itu tidak dijelaskan," jelasnya.

"Pengaruh ketakutan terhadap teman-teman tertentu tersebut yaitu bahwa kita dilarang memiliki teman sejati," katanya.

"Kami tidak memiliki pelajaran tentang keintiman atau persahabatan, begitu juga dorongan untuk ngobrol secara nyata dengan siapa pun," tambahnya.

Tak dipisahkan dari anak-anak

Mereka yang direkrut semuanya dicekoki dengan gagasan ketaatan. Graham English misalnya diberitahu, "Ketika meninggal bila itu seorang brother... di peti mati, kamu pasti sukses. Jika itu Graham English, kami pasti akan gagal."

Seorang brother sampai akhir hayatnya, Gerald Leo Fitzgerald tak pernah gagal dalam ketaatannya; dia dikuburkan bersama saudara seordo. Yang terakhir dari sekian ratus Christian Brothers yang pindah dari Irlandia ke Ballarat, dia meninggal karena usia di tahun ke-69 kehidupan religiusnya.

Saat dia dikuburkan, petugas komisi khusus telah menyusun grafik dan tabel pelecehan seksual yang dia perbuat. Tahun, lokasi dan pola pelecehan itu tercantum berdampingan usia rata-rata para korbannya.

Brother Fitzgerald bekerja di panti asuhan St Vincent de Paul sebagai petugas di Pengadilan Anak-Anak. Selama 20 tahun dia ditugaskan mengawasi orang muda yang dituduh atau dihukum karena melakukan kejahatan.

Selama lebih dari 13 tahun dia mengajar anak-anak SD, kemudian menghabiskan hidupnya di kampus St Patrick's College. Tidak sekalipun, selama puluhan tahun kejahatannya terhadap anak-anak, dia dibatasi melakukan kontak dengan mereka.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/sosok/kisah-pelecehan-anak-anak-oleh-christian-brothers-di-ballarat/9279636
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement