Senin 01 Jan 2018 04:55 WIB
Outlook 2018

Konflik Dunia Belum Usai, Situasi Bisa Memburuk pada 2018

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Palestina-Israel bentrok setelah pernyataan Trump
Foto:
Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.

Smith mengatakan, Iran diprediksi akan menjadi salah satu sumbu masalah di Timur Tengah menyusul penolakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap kesepakatan kepatuhan perjanjian nuklir.

Padahal, lembaga energi atom internasional yang mengawasi kepatuhan Iran terhadap perjanjian itu menyatakan bahwa mereka masih setia dengan perjanjian tersebut.

Negara-negara Eropa seperti Prancis dan Rusia serta Cina juga sepakat jika negara yang dipimpin Presiden Hassan Rouhani masih berkomitmen kepada kesepakatan nuklir itu.

Keputusan final penolakan sertifikasi Iran oleh Trump saat ini sedang berada di kongres AS. Anggota dewan memiliki sedikit waktu untuk menyimpulkan apakah Iran masih patuh atau tidak dalam perjanjian yang disusun pada 2015 kemarin.

Terkait hal tersebut, Smith memprediksi jika Kongres AS akan sependapat dengan Trump dan menolak sertifikasi Iran. Dia mengatakan, kemungkinan akan ada hukuman anyar atau mengembalikan sanksi sebelumnya terhadap musuh utama Arab Saudi tersebut mengingat kekuatan anti-Iran dalam tubuh kongres cukup besar. "Dan ini berpotensi menimbulkan ketegangan di Timur Tengah, tapi mungkin tidak sampai menjurus ke konflik terbuka antara AS dan Iran," kata Smith.

Perang Suriah dan Yaman

Boleh dibilang konflik Suriah dan Yaman merupakan Perang Proxy yang melibatkan banyak negara.  Perang Suriah melibatkan dua negara besar yakni AS dan Rusia. Iran, Saudi dan Turki juga terlibat dengan mendukung milisi yang berbeda.

Sementara Perang Yaman melibatkan dua negara berpengaruh di Timur Tengah, Saudi dan Iran. Saudi yang didukung oleh negara sekutu membantu Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi, sebaliknya Iran menyokong milisi Houthi yang kini menduduki Yaman.   

Dalam perang Suriah, posisi Presiden Bashar al-Assad kini sudah berada di atas angin. Sejumlah wilayah strategis telah berhasil direbut termasuk Aleppo dengan bantuan Rusia dan Iran. Rusia pun berencana untuk mempermanenkan pangkalan militernya. 

Jennifer Cafarella, pengamat senior intelijen di Institute for the Study of War mengatakan kepada Newsweek, dengan sangat sedih ia merasa perang di Suriah belum akan berakhir pada tahun ini. Ia tak hanya menyoroti negara-negara yang terlibat, namun juga kekuatan-kekuatan milisi yang belum mati sepenuhnya.

"ISIS mempertahankan keinginan dan kemampuannya untuk melanjutkan gelombang pemberontakan. Alqaidah juga memiliki tentara di Barat Suriah dan intens untuk mengembalikan perang kembali ke kota-kota Suriah, terutama di wilayah sebelah timur yang merupakan basis historis mereka," ujar Cafarella.

Ia menambahkan, rezim Assad juga sangat bergantung terhadap Rusia dan bantuan dari milisi Syiah Iran untuk menggelar serangan atau bertahan. Mereka masih berhasrat untuk menaklukan semua wilayah.

Lebih lanjut lagi, tidak ada perjanjian damai yang secara subtantif dapat menyelesaikan konflik tersebut saat ini. Menurutnya jalur diplomatik yang dirancang oleh Rusia dan Iran adalah untuk tetap mempertahankan Assad.

"Assad tidak pernah menunjukkan keinginan untuk bernegosiasi dalam kondisi yang diterima oleh oposisi. AS tak melakukan apapun untuk memaksakan hal tersebut, malah menyerahkan kembali pengaruh Rusia dan Iran ke rezim tersebut," katanya.

Ia pun menilai, peran AS di perang tersebut tak jelas. Dan banyak pertanyaan yang harus di jawab oleh pemerintahaan Trump. "Kita tak mendekati akhir perang ini, atau solusi diplomatik untuk itu."

Adapun perang Yaman akan berakhir jika terjadi islah antara pihak-pihak yang terlibat konflik seperti kubu Presiden Hadi, milisi Houthi dan pendukung mantan presiden Abdullah Saleh.  Selama kesepakatan belum tercapai maka pertempuran sepertinya masih akan berlanjut. Kalaupun kubu Hadi yang didukung Saudi memenangkan pertarungan, belum akan seluruhnya menyelesaikan benih-benih konfik. 

Perang Korut

Sumber konflik lain yang tak kalah penting adalah isu Korea Utara. Konflik di Semenanjung Korea bisa meletus jika salah satu pihak melancarkan serangan.

Apakah AS menyerang Korut, atau sebaliknya Pyongyang menyerang kubu sekutu Washington seperti Korsel ataupun Jepang.  Jika perang Semenanjung Korea dimulai maka ini akan menjadi bencana, mengingat Korut memiliki senjata nuklir yang bisa digunakan kapanpun. 

Smith Al Hadar menilai perlakuan AS terhadap Iran sedikit banyak akan memberikan dampak pada penanganan program nuklir Korea Utara (Korut). Dia mengungkapkan, keluarnya Paman Sam dari perjanjian nuklir Iran berpotensi membuat kesepakatan damai dengan Korut sulit terjadi lantaran minim kepercayaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement