Senin 12 Feb 2018 06:02 WIB

Pemerintah Myanmar akan Menghukum Pembantai Rohingya

Tujuh tentara, tiga polisi, dan enam warga sipil menjadi bagian penyelidikan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.
Foto: Andrew Biraj/Reuters
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, MYANMAR -- Anggota pasukan keamanan Myanmar akan menghadapi tindakan hukum atas perampokan dan penembakan kematian Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, kata seorang juru bicara pemerintah. Pembunuhan terhadap 10 orang Rohingya terjadi di desa Inn Din pada bulan September tahun lalu dan mayat-mayatnya dikuburkan di sebuah kuburan massal setelah mereka ditindas hingga tewas atau ditembak dan dibunuh oleh tetangga Buddha dan tentara Myanmar.

Dilansir di Aljazirah, Senin (12/2) disebutkan bahwa 'tindakan menurut undang-undang' akan diajukan terhadap tujuh tentara, tiga polisi, dan enam penduduk desa sebagai bagian dari penyelidikan tentara, kata juru bicara pemerintah Zaw Htay pada hari Ahad (11/2). Militer mengatakan pada bulan Januari, 10 orang Rohingya yang terbunuh termasuk dalam kelompok 200 'teroris' yang telah menyerang pasukan keamanan.

Warga desa Buddha menyerang beberapa dari mereka dengan pedang dan tentara menembak orang-orang yang tewas, katanya. Namun versi militer tersebut bertentangan dengan laporan yang diberikan kepada kantor berita Reuters oleh para saksi pemeluk agama Budha di Rakhine dan muslim Rohingya.

Warga desa yang Budha melaporkan tidak ada serangan pemberontak terhadap pasukan keamanan yang terjadi di Inn Din, dan saksi Rohingya mengatakan bahwa tentara menangkap 10 orang dari antara ratusan orang yang mencari keselamatan di pantai terdekat.

Hampir 690 ribu Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine dan menyeberang ke selatan Bangladesh sejak Agustus, ketika serangan terhadap pos keamanan oleh pemberontak memicu sebuah tindakan keras militer yang menurut PBB mungkin termasuk jumlah genosida. Pemerintah Myanmar membantah tuduhan tersebut.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson bertemu dengan pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi pada hari Ahad di ibukota, Naypyidaw, untuk membahas bagaimana ratusan ribu Rohingya dapat dipulangkan dengan aman. Suu Kyi - peraih Nobel Perdamaian - telah menghadapi rentetan kritik internasional karena gagal menghentikan kekerasan terhadap Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement