REPUBLIKA.CO.ID, MAUNGDAW -- Pememintah Inggris menawarkan bantuan kepada pemerintah Myanmar guna mengumpulkan bukti-bukti dari tindak kejahatan yang dilakukan militer terhadap minoritas muslim Rohingya. Hal itu disampaikan Duta Besar Inggris untuk Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) Karen Pierce.
"Apa yang harus kita lakukan di dewan adalah memikirkan cara terbaik untuk membuat sesuatu yang bersifat operasional, sehingga bukti dikumpulkan dapat diberikan kepada otoritas Burma atau semacam mekanisme internasional," kata Karen Pierce, Rabu (2/5).
Pierce mengatakan, penyilidikan untuk mencari bukti tindak kekerasan militer itu membutuhkan sebuah standar agar akuntabilitas investigasi dapat tercapai. Dia mengungkapkan, ada dua cara guna mencapai standar tersebut, satu adalah rujukan Pengadilan Pidana Internasional, dan kedua adalah pemerintah Burma yang menetapkan standar yang dimaksud.
Usulan disampaikan Pierce dalam sebuah pertemuan usai DK PBB melakukan kunjungan ke Bangladesh dan Myanmar terkait Rohingya. Namun, perwakilan Myanmar dalam pertemuan itu tidak segera menanggapi saran yang diajukan pemerintah Inggris.
PBB meniali kekerasan yang terjadi pada minoritas muslim Rohingya merupakan sebuah upaya pembersihan etnis. Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi lantas mendapat kritikan dari dunia internasional menyusul minimnya tindakan yang dia lakukan guna menghentikan kekerasan oleh militer.
Seorang diplomat mengatakan, dalam pertemuan terpisah Suu Kyi berjanji akan melakukan penyelidikan jika diberikan bukti yang kredibel. Kepala militer Myanmar Min Aung Hlaing juga menegaskan adanya tindakan keras yang akan diambil atas kekerasan seksual terhadap warga Rohingya.
Meski demikian, Suu Kyi hanya memiliki sedikit pengaruh dalam tubuh militer Myanmar. Sementara, data satelit PBB menunjukan adanya ratusan desa berpenghuni yang kemudian dibakar dan diratakan dengan tanah. Hal tersebut juga dilihat langsung anggota DK PBB yang melakukan perjalanan ke utara Rakhine.
Seperti diketahui, hampir 700 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Mereka kabur guna menghindari tindak kekerasan, perkosaan hingga pembantaian yang dilakukan militer negara.
Perdana Menteri Inggris Theresa May sebelumnya mengatakan, akan terus membawa permasalahan Rohingya ke hadapan PBB. Ini dilakukan agar dunia tidak melupakan konflik yang menimpa etnis tersebut di Myanmar.
PBB menyebut minoritas muslim Rohingya merupakan etnis yang paling teraniaya di dunia. PBB mengatakan, warga Rohingya menghadapi penigkatan rasa takut akibat kekerasan komunal yang mereka terima sejak 2012.