Rabu 02 May 2018 16:50 WIB

Prancis tak Yakin Trump Pertahankan Perjanjian Nuklir Iran

Dunia internasional harus bersiap menghadapi apapun keputusan Donald Trump

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nidia Zuraya
Fasilitas nuklir Iran
Foto: telegraph.co.uk
Fasilitas nuklir Iran

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Presiden Prancis Emmanuel Macron tidak bisa memastikan sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait kesepakatan nuklir Iran. Pakta nuklir 2015 membuat program nuklir Iran dihentikan.

"Saya tidak tahu apa yang akan presiden AS putuskan pada 12 Mei nanti," kata Macron setelah mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, Rabu (2/5).

Emmanuel Macron sebelumnya sempat berkunjung ke Gedung Putih dan menemui Presiden Donald Trump. Dalam kesempatan itu, Macron meminta Trump untuk tetap setia pada kesepatakan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Meski demikian, Macron sempat mengatakan kesepakatan baru dibutuhkan terkait nuklir Iran.

Macron mengatakan, dunia internasional harus bersiap menghadapi apapun keputusan Donald Trump. Dunia, dia menambahkan, harus mempersiapkan negosiasi dan kesepakatan yang lebih luas karena tidak ada yang menginginkan perang di kawasan tersebut.

"Tidak ada yang menginginkan peningkatan tensi dalam hal ketegangan di kawasan ini," kata Macron.

Sebelumnyam Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan, kesepakatan untuk membatasi pengembangan senjata nuklir Iran dicapai dengan alasan palsu. Dia menambahkan, program nuklir Iran dinilai lebih maju daripada yang diindikasikan pada saat perjanjian belum dilaksanakan.

Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Ali Akbar Salehi mengatakan pemerintah siap memperkaya pengayaan Uranium negara. Hal itu akan dilakukan jika Amerika Serikat (AS) keluar dari kesepakatan nuklir yang dicapai pada 2015 lalu.

"Ini bukan sebuah gertakan karena secara teknis kami sangat siap untuk memperkaya uranium lebih tinggi dari yang sudah kami produksi sebelum kesepakatan nuklir," kata Ali Akbar Salehi.

Pakta nuklir membuat Iran terhindar dari sanksi ekonomi internasional. Dalam kesepakatan tersebut, Iran hanya diperbolehkan melakukan pengayaan terhadap uranium sekitar 3,6 persen. Akibat kesepatakan itu juga, Iran dipaksa berhenti pengayaan uranium setingkat 20 persen.

Pengayaan uranium yang mencapai tingkat kemurnian 20 persen melebihi kebutuhan guna menjalankan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Meski demikian, tingkat kemurnian 20 persen juga masih jauh dari kebutuhan untuk digunakan dalam persenjataan nuklir yang memerlukan uranium dengan tingkat kemurnian mencapai 80 hingga 90 persen.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement