Sabtu 12 May 2018 15:46 WIB

19 Orang Tewas dalam Serangan Gerilyawan di Myanmar

Etnis Kachin berjuang mendapatkan otonomi yang lebih besar di Myanmar sejak 1961.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Warga etnik Kachin mengantre memberikan suaranya dalam pemilu Myanmar di Kota Kachin, utara Myanmar beberapa waktu lalu.
Foto: EPA/Seng Mai
Warga etnik Kachin mengantre memberikan suaranya dalam pemilu Myanmar di Kota Kachin, utara Myanmar beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Ta'ang National Liberation Army (TNLA), sebuah kelompok pemberontak etnik di Myanmar, menyerang kasino dan pos militer pada Sabtu (12/5). Sebanyak 19 orang, empat di antaranya adalah pasukan keamanan Myanmar, tewas dalam peristiwa tersebut.

Juru bicara Pemerintah Myanmar Zaw Htay mengatakan insiden penyerangan TNLA terjadi di Muse, sebuah daerah yang terletak beberapa ratus meter dari sungai yang membelah utara negara bagian Shan di Myanmar dan Provinsi Yunnan di Cina. Penyerangan terjadi sekitar pukul 05.00 waktu setempat.

"Sekitar 100 gerilyawan menyerangan pukul 05.00 dengan menggunakan senjata kecil dan artileri, dan dipukul mundur oleh polisi bersenjata dan anggota paramiliter yang didukung pemerintah," kata Zaw Htay.

Sebanyak 15 warga sipil, termasuk dua wanita, tewas akibat serangan TNLA. Empat anggota pasukan keamanan Myanmar pun turut tewas dalam kejadian tersebut. Sementara itu 20 orang lainnya mengalami luka-luka.

Menurut Zaw Htay pemburuan terhadap anggota TNLA tengah dilakukan. "Sekarang militer Myanmar menyerang dan mengikuti mereka. Mereka melarikan diri setelah menyerang sasaran sipil. Ini bukan gerakan hak etnis, ini adalah serangan teroris," ujarnya.

Kendati demikian, juru bicara TNLA Kolonel Tar Aik Kyaw mengatakan serangan yang dilakukan anggota mengincar tentara dan milisi yang mengelola kasino di Muse. Ia mengakui warga sipil bisa saja terjebak di tengah-tengah peristiwa baku tembak.

"Milisi (paramiliter yang didukung Pemerintah Myanmar) melindungi kasino. Kasino itu adalah pintu gerbang mendistribusikan narkoba. Banyak warga sipil yang pergi ke kasino dan itu menyebabkan banyak masalah sosial, jadi kami melancarkan serangan besar," kata Tar Aik Kyaw.

Selain itu, serangan ke kasino dan pos militer di Muse juga bentuk pembalasan atas serangan pasukan keamanan Myanmar baru-baru ini terhadap pos-pos TNLA dan Kachin Independence Army (KIA) di negara bagian Kachin. KIA merupakan sekutu TNLA.

Etnis Kachin, yang mayoritas beragama Kristen, berjuang mendapatkan otonomi yang lebih besar di Myanmar sejak 1961. Militer Myanmar sendiri sempat menyepakati gencatan senjata dengan KIA. Namun kesepakatan tersebut hancur pada 2011. Pertempuran yang sempat mereda selama 17 tahun akhirnya meletup kembali.

Pada akhir April lalu, sebanyak 32 kelompok masyarakat sipil Kachin di Myanmar dan luar negeri membuat sebuah surat bersama dan dikirim ke Dewan Keamanan PBB. Mereka mendesak Dewan Keamanan agar mengambil tindakan terhadap militer Myanmar yang dianggap berupaya melenyapkan identitas mereka.

Di surat tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Kachin telah mengalami berbagai pelanggaran hak asasi manusia, mencakup pemindahan paksa, pemerkosaan, penangkapan serta penahanan sewenang-wenang, dan eksekusi. Hal ini telah berlangsung selama konflik bersenjata berlangsung di Kachin.

"Jenis-jenis pelanggaran hak asasi manusia ini bukan hal baru bagi masyarakat Kachin atau kelompok etnis lain di Myanmar," kata kelompok masyarakat Kachin dalam suratnya.

"Militer Myanmar telah menggunakan taktik ini untuk menanamkan rasa takut dan kontrol dalam upayanya menghancurkan identitas etnis kita, menghancurkan agama kita, menjajah tanah kita, dan mencuri sumber daya alam kita," kata kelompok tersebut.

Kelompok masyarakat sipil Kachin mendesak PBB agar segera menyeret Myanmar ke Pengadilan Pidana Internasional. Sebab mereka menilai Pemerintah Myanmar telah gagal melindungi komunitas etnis minoritas dari ancaman dan serangan militernya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement