REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Jim Mattis mengundurkan diri karena berbeda pendapat dengan Presiden AS Donald Trump. Pengunduran diri Mattis ini dilakukan satu hari setelah Trump menolak nasihatnya dan menarik pasukan AS yang berada di Suriah. Mattis mengumumkan rencana pengunduran dirinya dalam surat pengunduran diri yang ditunjukkan kepada Trump.
Surat tersebut berisi tentang semakin berkembangnya perpecahaan di antara mereka dan secara implisit mengkritik Trump yang mengabaikan sekutu terdekat AS. Gedung Putih mengatakan Mattis merilis surat tersebut setelah bertatap muka dengan Trump di mana kedua orang tersebut juga menunjukan perbedaan mereka.
"Karena Anda memiliki hak untuk memiliki Menteri Pertahanan yang dalam hal ini memiliki pandangan yang selaras dengan Anda dan persoalan lainnya, saya yakin ini langkah yang tepat bagi saya untuk mengundurkan diri dari posisi saya," kata Mattis dalam surat tersebut, Jumat (21/12).
Dalam surat itu Mattis mengatakan ia tidak dipaksa mengundurkan diri oleh Trump. Pada hari Rabu, (19/12) Trump mengumumkan akan menarik pasukan AS dari Suriah, keputusan yang bertentangan dengan kebijakan AS di kawasan tersebut.
Pada Kamis (20/12) kabarnya Trump ingin kembali menentang Mattis dengan menarik pulang pasukan AS di Afghanistan setelah berperang selama 17 tahun di sana. Mattis seorang pensiunan Jendral Marinir yang dekat dengan NATO dan sekutu lama Amerika, hal inilah yang membuatnya sering bertentangan dengan Trump.
Kabarnya Mattis menentang rencana penarikan pasukan AS di Suriah. Salah satu pejabat mengatakan hal itu yang menjadi alasan Mattis untuk mengundurkan diri. Berita AS akan menarik mundur pasukan mereka telah mengejutkan banyak sekutu militer Negeri Paman Sam tersebut.
Sekutu AS pun sebenarnya sudah lama bingung dengan Trump yang tidak dapat diprediksi dan melakukan pendekatan-sendiri dalam keamanan global. Hal ini meningkatkan pertanyaan apakah pengganti Mattis akan tetap berkomitmen dengan perjanjian tradisional seperti NATO atau hanya mengikuti semua yang diinginkan Trump.
Ketika Mattis diwawancara Trump untuk mengisi posisi Menteri Pertahanan pada 2016 lalu ia berbeda pandangan dengan presiden AS ke-45 itu disejumlah isu. Termasuk isu NATO dan penggunaan penyiksaan. Trump akhirnya mengakui kualitas Mattis.
Tapi seiring berjalannya waktu dalam isu keamanan nasional Trump bertindak berdasarkan nalurinya sendiri. Ia memilih agendanya 'Utamakan Amerika' yang bertolak belakang keyakinan Mattis. Dalam suratnya Mattis mengisyaratkan ia tidak setuju dengan kebijakan isolasi Trump.
Dalam tulisannya itu ia yakin Amerika harus mempertahankan sekutu yang kuat dengan menunjukan rasa hormat. Trump sudah menarik AS dari sejumlah perjanjian internasional sejak Januari 2017 lalu.
"Amerika Serikat harus tegas dan tidak ambigu dalam pendekatan terhadap negara-negara yang kepentingan strategisnya menegang dengan kepentingan kami," kata Mattis dalam surat tersebut.
Ia mengidentifikasi Rusia dan Cina sebagai negara-negara yang ingin membentuk dunia searah dengan model otoritarian yang mereka miliki. Mattis masuk ke dalam daftar panjang pejabat-pejabat dalam pemerintahan Trump yang mengundurkan diri.
Pergeseran kebijakan luar negeri ini meningkatkan ketidakpastian di Gedung Putih seiring Trump mendekati separuh masa jabatannya. Ketidaksepakatan kebijakan pertahanan ini tidak mengalihkan perhatian publik dari penyelidikan jaksa khusus Robert Mueller dalam intervensi Rusia di pemilihan presiden AS 2016 lalu.