REPUBLIKA.CO.ID, PEMBA -- PBB menyatakan pekerja bantuan kesulitan dalam menjangkau lokasi bencana di Mozambik. Hujan deras terus menghantam Mozambik utara, Selasa (30/4). Ini terjadi beberapa hari setelah Badai Kenneth melanda negara tersebut.
Juru bicara World Food Programme (WFP), Deborah Nguyen menyatakan, penerbangan yang direncanakan ke pulau Ibo tetap siaga sampai cuaca membaik. Para korban berada di tempat terbuka setelah sebagian besar rumah hancur, dan dengan makanan yang terbatas.
"Kami benar-benar prihatin dengan situasi orang-orang di Pulau Ibo. Bagi kami, ini adalah hari yang membuat frustrasi. Tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk mencapai pulau-pulau ini sekarang," kata Nguyen dilansir dari Aljazirah, Rabu (1/5).
Pemerintah kembali mendesak penduduk kota utama Pemba untuk melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi saat banjir terus berlanjut. Bencana datang hanya enam pekan setelah Badai Idai melanda Mozambik tengah.
Peristiwa ini merupakan yang pertama kalinya terjadi, ada dua topan melanda negara Afrika bagian selatan dalam satu musim. Kenneth merupakan topan pertama yang tercatat di Mozambik utara di era pencitraan satelit modern.
Badai terakhir telah menewaskan sedikitnya 41 orang, dan menghancurkan puluhan ribu rumah. Kantor kemanusiaan PBB, OCHA menyatakan curah hujan hingga 50 mililiter diperkirakan terjadi dalam 24 jam ke depan. Sungai-sungai di wilayah itu diperkirakan akan mencapai puncak banjir pada Kamis (2/5).
Sementara itu, beberapa penerbangan bantuan berhasil mengangkut pasokan ke distrik daratan Quissanga, dan pulau Matemo. "Orang-orang ini kehilangan segalanya. Sangat penting kita mendapatkan makanan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup," kata Juru Bicara OCHA, Gemma Connell.
Ia mengatakan, perempuan dan anak-anak menjadi korban yang paling menderita selama bencana. Mereka tidak mendapatkan kebutuhan untuk dapat bertahan hidup, terutama tempat berlindung.
Di samping itu, hujan deras juga memicu tanah longsor di tempat pembuangan sampah pada Ahad (28/4). Wali Kota Pembe, Florete Matarua, mengatakan peristiwa itu menewaskan sedikitnya lima orang. Adapun korban tewas diperkirakan akan meningkat karena pejabat pemerintah belum mencapai semua daerah yang terkena badai.