Kamis 02 May 2019 04:29 WIB

Mengenal Sosok Permaisuri Masako

Masako adalah mantan diplomat yang lancar berbahasa Inggris, Prancis, dan Jerman.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Permaisuri Jepang, Masako.
Foto:
Kaisar baru Jepang, Naruhito dengan ditemani Permaisuri Masako saat upacara naik takhta di Imperial Palace di Tokyo, Rabu (1/5).

"Situasi di mana saya tidak bisa mengunjungi negara-negara lain selama enam tahun memerlukan upaya besar bagi saya untuk menyesuaikan diri," kata Masako pada konferensi pers pada 2002.

Dalam beberapa tahun terakhir, Masako perlahan-lahan kembali ke ruang publik. Setelah gempa dan tsunami Maret 2011, ia dan suaminya mengunjungi pusat-pusat evakuasi untuk bertemu orang-orang yang terkena dampak bencana alam. Pada 2013, mereka mengunjungi Belanda yang menandai perjalanan pertama Masako ke luar negeri dalam 11 tahun. Tahun berikutnya, ia menghadiri jamuan makan di Jepang dalam kunjungan bangsawan Belanda.

Pada hari ulang tahunnya Desember 2018, ia menyatakan kesediaannya merangkul peran barunya sebagai putri meskipun ia juga mengaku masih merasa tidak aman. "Saya ingin mengabdikan diri pada kebahagiaan orang-orang, jadi saya akan melakukan upaya itu sambil mendapatkan lebih banyak pengalaman," katanya.

Sebagai permaisuri, Masako yang kerap dibandingkan dengan Putri Diana Inggris. Ia diharapkan lebih dekat dengan publik.

Putrinya, Aiko kini berusia 17 tahun. Keluarga kecilnya memiliki binatang peliharaan seekor anjing yang diberi nama Yuri dan dua ekor kucing yang diberi nama Mii dan Seven.

Perjuangan Masako sebagai seorang putri setelah menikah dengan Naruhito, ramai di media Jepang. Pengalamananya menjadi seorang diplomat pun dinilai akan membantu menopang peran barunya sebagai permaisuri.

"Adalah adil mengatakan hidupnya tak mudah sejak ia menjadi putri, sebab kurangnya kesempatan mengunjungi negara-negara asing dan tekanan untuk memiliki seorang putra yang dapat naik takhta. Sangat tak mudah," tulis surat kabar Mainchi Shimbun.

Sebagai seorang permaisuri, Masako memiliki kesempatan mendalami soal masalah - masalah seperti pelecehan anak, kemiskinan, pemanasan global, dan lain sbeaginya. Sejumlah pakar pun menilai, Masako dapat menjadi penasihat bagi kesehatan mental.

"Ada banyak tabu di Jepang, soal kesehatan mental. Dia dapat membuat perbedaan besar," ujar profesor sejarah Jepang di Portland University, Kennerth Ruoff.

Di media sosial juga ramai diperbincangkan Permaisuri Masako dapat menjadi panutan yang baik untuk para wanita. "Saya percaya Masako dapat menjadi permaisuri yang dapat memahami banyak ibu Jepang yang menderita tekanan di tengah pesan perempuan harus berbuat lebih banyak. Perempuan di Jepang menghadapi cobaan harus meninggalkan karier setelah menikah. Mereka bahkan tidak dianggap orang dewasa yang tepat jika mereka tidak memiliki anak,"  ujar seorang pengguna di Yahoo Jepang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement