Rabu 09 Oct 2019 13:59 WIB

Warga Kurdi Siap Bentuk Tameng Manusia

Turki berencana memukimkan kembali 2 juta pengungsi di Suriah utara.

Seorang pria Kurdi menaiki kuda dan membawa bendera Kurdi. (ilustrasi)
Foto: Aljazeera
Seorang pria Kurdi menaiki kuda dan membawa bendera Kurdi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Warga sipil Kurdi di Suriah siap membentuk tameng manusia dengan berkumpul di wilayah perbatasan dengan Turki. Sementara itu, Turki menyatakan persiapan mereka sudah pada tahap akhir sebelum tentaranya masuk ke wilayah Suriah.

"(Mereka) ingin membentuk tameng manusia untuk mencegah gerak maju Turki," ujar Arin Sheikhmous, aktivis yang berada di Qamishli, tempat ratusan orang berkumpul di depan kantor PBB dan menuntut dunia internasional untuk bertindak.

Laman Aljazirah pada Selasa (8/10) melaporkan, warga Kurdi dari berbagai latar belakang usia mulai berkumpul di tenda-tenda besar yang ada di Ras al-Ain, Tal Abyad, dan Kobane. Mereka berkumpul mulai hari Senin (7/10), yaitu sehari setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan penarikan pasukan mereka dari wilayah Suriah timur laut tempat suku Kurdi berada. Penarikan ini membuka jalan bagi Turki yang ingin menyerang payung milisi Syrian Democratic Forces (SDF) pimpinan suku Kurdi.

Bagi Turki, salah satu pendukung SDF, yaitu Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), merupakan cabang kelompok teroris Kurdistan Workers' Party (PKK). Turki telah lama menyatakan ingin menciptakan zona aman di wilayah perbatasannya dengan Suriah. Lahan ini akan menjadi tempat penampungan para pengungsi Suriah.

SDF sebelumnya merupakan ujung tombak AS dalam memerangi milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah. Penarikan pasukan AS dinilai SDF sebagai tikaman dari belakang. Namun, SDF bersumpah akan mempertahankan tanah kami dengan jalan apa pun.

SDF ,erupakan payung milisi yang didirikan pada 2015. Mereka ingin mendirikan federasi otonomi di dalam Suriah, yang terletak di sepanjang wilayah Rojava. Kini SDF menguasai kawasan seluas 480 kilometer yang membentang dari Sungai Eufrat hingga perbatasan Irak atau seluas seperempat dari Suriah.

Kepergian AS mengancam perimbangan kekuatan di kawasan. SDF khawatir jika ISIS akan kembali berkuasa. Menghadapi ancaman ini, SDF berencana menjalin perundingan dengan Pemerintah Suriah dan sekutunya, Rusia. Mereka ingin membahas kevakuman keamanan saat AS menarik diri dari perbatasan dengan Turki.

Pada Selasa, Turki mengumumkan persiapan untuk operasi militer di Suriah timur laut telah selesai. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Hami Aksoy, mengatakan, melakukan operasi militer merupakan hak fundamental Turki. Upaya itu diperlukan untuk keamanan nasional terhadap ancaman dari Suriah.

"Turki bertekad untuk membersihkan teroris dari timur Eufrat dan melindungi keamanan dan kelangsungan hidup negara sambil menerapkan zona aman untuk mencapai perdamaian dan stabilitas," kata Aksoy dalam sebuah pernyataan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Turki berencana memukimkan kembali 2 juta pengungsi di Suriah utara. Media Turki mencatat, rancangan pemukiman kembali tersebut akan menghabiskan 151 miliar lira dan dapat menampung 3,6 juta pengungsi Suriah.

Sementara itu, Iran mendesak Turki untuk tidak melanjutkan serangan ke Suriah. Televisi pemerintah Iran melaporkan pada Selasa bahwa Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif melakukan panggilan dengan mitranya dari Turki, Menlu Mevlut Cavusoglu. Zarif mendesak Turki untuk menghormati integritas dan kedaulatan Suriah.

Peringatan Trump

Presiden AS Donald Trump mengaku telah memperingatkan Erdogan agar tak membidik pasukan AS yang berada di Suriah. Trump menyatakan telah menyampaikan hal tersebut kepada Erdogan saat melakukan percakapan via telepon pada Ahad (6/10).

“Siapa saja jika ada dari warga kami terluka, itu masalah besar,” ujar Trump pada Senin (7/10).

“Saya sudah memberi tahu Turki bahwa jika mereka melakukan sesuatu di luar hal manusiawi, mereka bisa menderita kehancuran ekonomi yang sangat menghancurkan,” kata Trump menambahkan. n dwina agustin/kamran dikarma/reuters/ap ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement