Kamis 09 Jan 2020 14:53 WIB

Inggris Kecam Rencana Pembangunan Permukiman Baru Israel

Israel berencana membangun 2.000 unit rumah di Tepi Barat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris mengecam rencana pembangunan permukiman baru Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Tel Aviv telah mengumunkan keinginannya membangun 2.000 unit rumah di sana. 

"Inggris mengecam kemajuan Pemerintah Israel atas rencana lebih dari 1.900 unit perumahan di Tepi Barat," kata Menteri Inggris untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Andrew Murisson, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, Rabu (8/1). 

Baca Juga

Dia mendesak Israel segera menghentikan ekspansi dan pencaplokan lahan untuk permukiman di Tepi Barat. "Ini adalah posisi lama Inggris bahwa permukiman ilegal di bawah hukum internasional dan merusak kelangsungan solusi dua negara," ujar Murrison. 

Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina. 

Proses negosiasi antara kedua negara dinilai akan kian pelik ke depan. Sebab saat ini Amerika Serikat (AS) telah mengambil kebijakan yang tak lagi menganggap ilegal permukiman Israel di Tepi Barat. 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sangat menyambut dan mengapresiasi keputusan AS. Sementara Palestina mengutuknya. Hal itu bukan pertama kalinya AS menerapkan kebijakan politik yang menguntungkan Israel. 

Pada Desember 2017, AS memutuskan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Ia menjadi negara pertama di dunia yang melakukan hal tersebut. 

Pasca-keputusan itu, Palestina mundur dari negosiasi damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai Washington tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement