Selain itu, Retno berencana melakukan komunikasi dengan menlu Amerika Serikat dan menlu Cina untuk membahas isu yang sama. Militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintah sipil dan menangkap penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, politikus dari partai pemenang pemilu yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta sejumlah aktivis pro demokrasi dan HAM Myanmar.
Militer kemudian memberlakukan status darurat selama satu tahun yang menempatkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif di Myanmar berada di bawah kendali pimpinan tertinggi, Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing. Dua hari setelah kudeta, kepolisian Myanmar resmi menangkap Suu Kyi atas tuduhan impor alat komunikasi ilegal. Sementara Presiden Myint ditangkap karena dianggap melanggar Undang-Undang Tata Kelola Bencana.
Tindakan militer mendorong warga Myanmar turun ke jalan-jalan dan melakukan unjuk rasa damai. Ribuan warga, mulai dari kelompok buruh, pegawai negeri sipil, tenaga kesehatan, mahasiswa, dan aktivis muda menggelar aksi damai menentang kudeta militer serta menuntut otoritas setempat mengembalikan kekuasaan ke pemerintah yang terpilih secara demokratis.