Kudeta oleh militer itu telah menarik ratusan ribu orang turun ke jalan juga memicu kecaman dari negara-negara Barat.
“Myanmar seperti medan perang,” kata Kardinal Katolik pertama Myanmar, Charles Maung Bo seperti dilansir dari Channel News Asia pada Ahad (28/2).
Pekan lalu, pemimpin Junta Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan bahwa pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal untuk menangani protes. Namun demikian, setidaknya lima pengunjuk rasa tewas dalam kekacauan itu. Tentara mengatakan seorang polisi juga telah tewas.
Tindakan keras tersebut tampaknya menunjukkan tekad militer untuk memaksakan otoritasnya dalam menghadapi aksi protes yang meluas, tidak hanya di jalanan tetapi lebih luas lagi di berbagai bidang seperti layanan sipil, pemerintahan kota, peradilan, sektor pendidikan dan kesehatan, serta media.