Selasa 25 May 2021 16:31 WIB

Presiden Mali Ditangkap Militer

Penangkapan oleh militer juga dilakukan terhadap perdana menteri dan Menhan Mali

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Tentara Mali
Foto:

Pada 2012 terjadi pemberontakan di Mali untuk menggulingkan presiden Amadou Toumani Toure. Sejak saat itu, Mali terus bergejolak. Kepergian Toure memicu pemberontakan etnis Tuareg untuk merebut dua pertiga bagian utara negarayang dibajak oleh kelompok bersenjata yang terkait al-Qaeda.

Pasukan Prancis memukul mundur para pemberontak pada 2013, tetapi sejak itu mereka berkumpul kembali dan melakukan serangan rutin terhadap tentara dan warga sipil.  Pemerintah transisi bulan lalu mengatakan akan mengadakan pemilihan legislatif dan presiden pada Februari 2022 untuk memulihkan pemerintahan yang demokratis.

“Ini disesalkan, tetapi tidak mengherankan, pengaturan yang disetujui setelah kudeta tahun lalu tidak sempurna, tetapi itu adalah kompromi yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan utama Mali dan internasional,” kata J. Peter Pham, mantan utusan khusus AS untuk  Sahel, sekarang dengan Dewan Atlantik, mengatakan kepada Reuters. 

Perkembangan tersebut dapat memperburuk ketidakstabilan di negara Afrika Barat, di mana kelompok-kelompok bersenjata yang terkait dengan al-Qaedah dan ISIS menguasai sebagian besar wilayah gurun di utara.

Ketidakstabilan politik dan pertikaian militer telah mempersulit upaya kekuatan Barat dan negara-negara tetangga untuk menopang Mali. Kekacauan tersebut berkontribusi pada ketidakamanan regional.

Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Mali menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat terhadap pemimpin tinggi negara yang ditangkap. PBB mengatakan militer harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Delegasi dari badan pembuat keputusan regional ECOWAS mengunjungi Bamako pada Selasa (25/5) untuk membantu menyelesaikan percobaan kudeta. ECOWAS, PBB, Uni Afrika, Uni Eropa dan beberapa negara Eropa dalam pernyataan bersama mengatakan, mereka menolak setiap tindakan yang dipaksakan. Sementara Departemen Luar Negeri AS meminta militer untuk membebaskan pemimpin tertinggi Mali tanpa syarat.

"Komunitas internasional sebelumnya menolak setiap tindakan yang dipaksakan, termasuk pengunduran diri secara paksa," kata pernyataan kelompok itu. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement