Ahad 31 Oct 2021 07:42 WIB

Sisi Gelap Shinkansen Si Kereta Peluru Jepang

Operasional shinkansen yang dicampuri politik membuat bisnis tak berjalan mulus

Rep: Mabruroh/ Red: Christiyaningsih
Operasional kereta cepat shinkansen yang dicampuri politik membuat bisnis tak berjalan mulus. Ilustrasi.
Foto:

Laporan News Geography yang terbit pada 3 Februari 2021 menyebut kerugian JNR ini disebabkan oleh beberapa hal yang semuanya bermuara pada politik. Pertama, JNR mengoperasikan kereta apinya di empat pulau Jepang. Akan tetapi hanya satu pulau yang menghasilkan uang yakni di pulau utama tempat lebih dari 80 persen penduduk Jepang tinggal. Politisi Jepang mencegahnya menutup jalur yang merugi di pulau-pulau terluar.

Kedua, politisi juga mencegah JNR mengambil keuntungan dari peningkatan produktivitas pekerja, memaksanya untuk tetap membayar gajinya lebih dari dua kali lipat jumlah karyawan yang dibutuhkan. Ketiga, prestise Tokaido Shinkansen membuat politisi di seluruh negeri menuntut JNR membangun jalur shinkansen ke prefektur mereka dan sebagian besar jalur ini gagal menutupi biaya operasional mereka.

Yang paling terkenal adalah Joetsu Shinkansen, yang berakhir di kota Niigata di pantai utara Jepang. Dibangun melalui wilayah pegunungan, jalur ini jauh lebih mahal untuk dibangun daripada jalur Tokaido tetapi hanya membawa seperempat penumpang.

Jalur ini dibangun atas perintah Kakuei Tanaka, seorang anggota Diet Jepang, jalur ini berakhir di Niigata, kampung halaman Tanaka, yang wilayah metropolitannya hanya memiliki sekitar satu juta penduduk. Tanaka adalah perdana menteri Jepang selama dua setengah tahun sebelum dipaksa mengundurkan diri secara memalukan. Ia diadili serta dihukum karena korupsi, menerima suap, dan mengarahkan kontrak konstruksi pemerintah ke prefekturnya.

Pada 1986, JNR dan perusahaan konstruksi terkaitnya telah mengumpulkan lebih dari lima triliun utang untuk membangun Joetsu dan jalur shinkansen lainnya. JNR juga memiliki utang lebih dari 25 triliun karena kehilangan uang selama puluhan tahun untuk mengoperasikan keretanya.

Bersama dengan beberapa utang lain yang relatif kecil, totalnya mencapai 32,1 triliun atau dalam dolar saat ini, sekitar 550 miliar dolar AS. Selain itu, ia memiliki lima triliun dalam kewajiban pensiun yang tidak didanai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement