Komandan senior di kelompok militan Kata'ib Hizbullah Irak, Abu Ali al-Askari, menentang narasi plot pembunuhan. Dia mengklaim tidak ada seorang pun di Irak yang mau menyia-nyiakan drone dan menerbangkannya di atas kediaman perdana menteri. Dia menuduh bahwa berperan sebagai korban adalah taktik yang sudah usang.
Dua pejabat Irak yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan kepada The Associated Press bahwa tujuh penjaga keamanan al-Kadhimi terluka dalam serangan tersebut. "Upaya pembunuhan adalah eskalasi dramatis dan melewati batas dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mungkin memiliki gaung kekerasan,” ujar seorang rekan nonresiden di Brookings Institution, Ranj Alaaldin.
Al-Kadhimi adalah mantan kepala intelijen Irak. Dia terpilih menjadi perdana menteri pada Mei tahun lalu. Dia dianggap dekat dengan AS dan telah mencoba untuk menyeimbangkan hubungan antara aliansi Irak dengan AS dan Iran.
Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Iran Ali Shamkhani secara tidak langsung menuding Amerika Serikat berada di balik serangan drone tersebut. Dia mengatakan serangan terhadap al-Kadhimi adalah hasutan baru yang harus ditelusuri kembali oleh lembaga think tank asing.
"Serangan itu tidak menimbulkan ketidakamanan, perselisihan, dan ketidakstabilan kepada rakyat Irak yang tertindas melalui penciptaan dan dukungan kelompok teroris, serta pendudukan negara ini selama bertahun-tahun," ujar Shamkhani tak lama usai serangan terjadi.